PENGARUH
MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP
KUALITAS LABA
Dul
Muid.
Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan salah satu
informasi kuantitatif yang dibuat oleh perusahaan. Salah satu laporan keuangan
yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba. Laba
merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional
perusahaan. Investor dan kreditor menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja
manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba
dimasa yang akan datang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Adanya fleksibilitas
dalam implementasi Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) menyebabkan
manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi dari berbagai pilihan kebijakan yang
ada. Hal ini memungkinkan dilakukannya manajemen laba (earnings management)
oleh perusahaan (Siregar dan Utama, 2005). Bagi para pengguna laporan keuangan
tindakan manajemen laba sangat merugikan karena membuat informasi yang
disajikan bias. Hal ini membuat manajemen laba jika dipandang dari sisi
kualitas laba akan mengindikasikan kualitas laba yang rendah, sebab laba tidak
disajikan sesuai dengan keadaan sebenarnya (Dewi, 2005).
Laba yang kurang berkualitas bisa
terjadi karena dalam menjalankan bisnis perusahaan, manajemen bukan merupakan
pemilik perusahaan. Pemisahan kepemilikan ini akan dapat menimbulkan konflik
dalam pengendalian dan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer
bertindak tidak sesuai dengan keinginan para pemilik. Konflik inilah yang
sering disebut dengan konflik agency. Salah satu mekanisme yang
diharapkan dapat digunakan untuk mengontrol konflik agency yaitu dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Beberapa mekanisme corporate governance yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah keagenan tersebut antara lain dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial (Jansen dan Meckling, 1976). Dengan meningkatkan kepemilikan saham
oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan principal
karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja. Selain itu,
keberadaan dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan
membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi pengawasan atas pelaporan
keuangan (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Komite audit yang bertanggung jawab
untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati
sistem pengendalian internal juga diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic
manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) (Siallagan
dan Machfoedz, 2006).
Kepemilikan institusional memiliki
kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara
efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba.
Menurut Boediono (2005) kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk
mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat
pengawasan yang intens.
Berdasarkan hal tersebut maka
permasalahan yang akan dibahas yaitu :
1. Apakah kepemilikan manajerial
mempengaruhi kualitas laba ?
2. Apakah proporsi dewan komisaris
independen mempengaruhi kualitas laba ?
3. Apakah keberadaan komite audit
mempengaruhi kualitas laba ?
4. Apakah kepemilikan institusional
mempengaruhi kualitas laba ?
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah
unutuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap hal-hal tersebut di atas.
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
1. Kepemilikan manajerial, ditentukan
dengan menghitung presentase saham yang dimiliki oleh manajemen dibandingkan
dengan total jumlah saham perusahaan yang beredar.
2. Dewan komisaris, ditentukan dengan
membagi jumlah komisaris independen dengan total jumlah komisaris pada sebuah
perusahaan.
3. Komite audit, ditentukan dengan
menggunakan dummy variabel yaitu dengan nilai 1 untuk perusahaan yang
memiliki komite audit dan nilai 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki komite
audit.
4. Kepemilikan institusional, ditentukan
dengan membandingkan jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap
total jumlah saham perusahaan yang beredar.
5. Kualitas laba yang diproksikan dengan
discretionary accruals dihitung dengan menggunakan model Jones yang
dimodifikasi (modified Jones’ Model) karena model ini dianggap lebih
baik daripada model lain (Dechow,1995). Langkah pertama untuk mendapatkan
variabel nondiscretionary accruals dan discretionary accruals adalah
mencari current accruals (CA).
CAit = Δ ( current asset – cash)
- Δ (current liabilities – current
maturity of long term debt)
(1)
Selanjutnya yaitu menghitung nilai current
accruals sebagai berikut :
CAit/TAit-1 = a0(1/TAit-1) + a1(ΔSALit/TAit-1)
+ εit (2)
Untuk menghitung nondiscretionary
accruals (NDACC) digunakan koefisien
regresi diatas (a0, a1) dengan rumus
sebagai berikut :
NDACCit = a0(1/TAit-1) + a1((ΔSALit-ΔA/Rit)/TAit-1)
+ εit (3)
Discretionary accruals (DACC)
diperoleh dari rumus :
DACCit = CAit/TAit-1 - NDACCit (4)
Keterangan :
CAit = Current accruals perusahaan
i pada periode t
ΔSALit = Perubahan penjualan bersih
perusahaan i pada periode t
NDACCit = Non discretionary accruals perusahaan
i pada periode t
ΔA/Rit = Perubahan piutang bersih perusahaan
i pada periode t
TAit-1 = Total aset perusahaan i pada
periode t-1
DACCit = Discretionary accruals perusahaan
i pada periode t
6. Leverage, merupakan
total hutang dibagi dengan total aset.
7. Ukuran Perusahaan, dihitung dengan logaritma dari total aset.
Metode
Analisis
Uji Asumsi Klasik
1.
Uji Normalitas
Uji
normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel
terikat, variabel bebas, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal. Penelitian ini melakukan uji normalitas data dengan melihat tampilan
grafik normal plot.
2.
Uji Autokolerasi
Pengujian
Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan pada
periode t-1. Jika terjadi korelasi maka terdapat problem autokorelasi (Ghozali,
2005). Pengujian autokolerasi dilakukan dengan run test.
3.
Uji Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya
heterokedastisitas, dilakukan dengan melihat grafik plot.
4.
Uji Multikolinearitas
Pengujian
multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang kuat
antar variabel-variabel bebas dalam model persamaan regresi. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Dalam penelitian
ini, pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance (TOL).
Uji
Hipotesis
Hipotesis
1, 2, 3, dan 4 diuji dengan menggunakan persamaan regresi berganda. Model persamaan
regresi berganda yang digunakan yaitu :
DACCit = β0 + β1MGRit + β2COMit + β3AUDCit + β4INSTit + β5LEVit + β6FSIZEit + εit (5)
Keterangan
:
DACCit = Discretionary
accruals perusahaan
i pada periode t
MGRit = Kepemilikan manajerial perusahaan i pada periode t
COMit = Proporsi komisaris independen perusahaan i pada periode t
AUDCit
= Komite audit perusahaan i pada periode t
INSTit
= Kepemilikan institusional perusahaan i pada periode t
LEVit = Leverage
perusahaan i pada periode t
FSIZEit = Ukuran perusahaan perusahaan i pada periode t
Hasil Penelitian
Statistik Deskriptif
Tabel 1 berikut ini menyajikan statistik
deskriptif untuk semua variabel yang digunakan dalam
Berdasarkan tabel 1 nilai discretionary
accrualss tertinggi sebesar 1,967987 dan nilai discretionary accrualss terendah
sebesar -1,488343. Nilai rata-rata discretionary accruals sebesar
0,00075971 dengan standar deviasi sebesar 0,270891510.
Tabel 2 berikut ini menyajikan
deskriptif statistik untuk variabel komite audit.
Variabel
komite audit diukur dengan menggunakan variabel dummy. Nilai 1 menunjukkan terdapat komite
audit sedangkan nilai 0 menunjukkan tidak terdapat komite audit. Berdasarkan tabel
2 terdapat 32 sampel yang tidak mempunyai komite audit dan 156 sampel yang
mempunyai komite audit.
Uji
Asumsi Klasik
1.
Uji Normalitas
Hasil
uji normalitas terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar
1
Hasil
Uji Normalitas
Dalam gambar tersebut terlihat data yang
ada mengikuti pola garis diagonal. Hasil ini menunjukkan data yang digunakan
terdistribusi secara normal.
2. Uji Autokolerasi
Tabel 3 berikut ini menyajikan hasil uji
autokolerasi dengan menggunakan run test.
Tabel
3
Hasil
Uji Autokolerasi
Runs
Test
Data dalam tabel 3 menunjukkan bahwa
data yang digunakan dalam penelitian memiliki distribusi bersifat acak
(random), karena nilai signifikasinya ≥ 0,05, yaitu 0,356. Karena data
mempunyai distribusi data yang acak, dapat disimpulkan bahwa data tidak terkena
autokorelasi.
3. Uji Heterokedastisitas
Gambar 2 berikut ini menyajikan hasil
uji heterokedastisitas.
Gambar
2
Hasil
Uji Heterokedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas
menunjukkan bahwa model regresi tidak mengalami gangguan heteroskedastisitas.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2. Grafik scatterplot menunjukkan
bahwa titik-titik tersebar tanpa membentuk suatu pola tertentu dan tersebar
baik di bawah atau di atas angka 0.
4. Uji Multikolinieritas
Tabel 4 berikut ini menyajikan hasil uji
multikolinearitas.
Tabel
4
Hasil
Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)
Tabel 4 menunjukkan bahwa model regresi
tidak mengalami gangguan multikolinearitas. Hal ini tampak pada nilai tolerance
untuk variabel bebas tidak ada yang memiliki nilai tolerance kurang
dari 10 persen. Hasil dari perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa
tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas
dalam model regresi.
Hasil Analisis Regresi
1.Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 5 berikut ini menyajikan hasil
pengujian koefisien determinasi.
Tabel
5
Koefisien
Determinasi
Model
Summary(b)
Tabel 5 menunjukkan besarnya adjusted R
square yaitu 0,145. Hal ini berarti variabel kepemilikan manajerial, proporsi
dewan komisaris independen, keberadaan komite audit, kepemilikan institusional,
leverage, dan ukuran perusahaan dapat menjelaskan variabel kualitas laba
yang diukur dengan discretionary accrualss sebesar 14,5 persen. Sisanya
yaitu sebesar 85,5 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang
digunakan dalam penelitian ini.
2. Uji Statistik F
Pengujian ini bertujuan untuk melihat
apakah variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Tabel
6 berikut ini menyajikan hasil uji statistik F.
Tabel
6
Uji
Statistik F
Dari uji statistik F didapat nilai F
hitung sebesar 5,781 dengan probabilitas 0,000. Karena nilai probabilitas lebih
kecil dari 0,05 maka variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen, keberadaan komite audit, kepemilikan institusional, leverage, dan
ukuranperusahaan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kualitas
laba.
3.
Uji Hipotesis
Tabel
7 berikut ini menyajikan hasil uji statistik t.
Tabel
7
Uji
Statistik t
Hipotesis pertama yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Kepemilikan manajerial secara
positif dan signifikan berpengaruh terhadap kualitas laba. Tabel 7 menunjukkan
koefisien kepemilikan manajerial sebesar -3,503 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan kepemilikan manajerial secara positif dan
signifikan mempengaruhi kualitas laba. Dengan demikian hasil ini mendukung
hipotesis pertama. Pengaruh positif kepemilikan manajerial terhadap kualitas
laba ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan
dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan
kinerjanya. Hasil ini juga membuktikan bahwa kepemilikan manajerial mampu
menjadi mekanisme good corporate governace. Hipotesis kedua yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H2 : Proporsi jumlah anggota dewan
komisaris independen secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kualitas
laba.
Tabel 7 menunjukkan koefisien regresi
untuk proporsi dewan komisaris sebesar -0,094 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,165. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar proporsi dewan
komisaris independen maka discretionary accruals semakin kecil sehingga
kualitas laba meningkat. Nilai signifikansi sebesar 0,165 menunjukkan bahwa
variabel proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian hasil ini menolak hipotesis
kedua. Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara proporsi dewan komisaris
dengan kualitas laba kemungkinan disebabkan masih rendahnya praktek corporate
governance dalam perusaahaan-perusahaan di Indonesia. Selain itu keberadaan
komisaris independen dalam suatu perusahaan kemungkinan hanya untuk memenuhi
regulasi yang ada dan keberadaan komisaris independen ini tidak dapat
meningkatkan efektivitas monitoring yang dijalankan oleh komisaris.
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H3 : Keberadaan komite audit secara
positif dan sigifikan berpengaruh terhadap kualitas laba.
Tabel 7 menunjukkan koefisien regresi
untuk komite audit sebesar -0,028 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,189.
Tingkat signifikansi sebesar 0,189 menunjukkan bahwa keberadaan komite audit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba. Dengan demikian hasil
ini menolak hipotesis ketiga.
Tidak adanya pengaruh yang signifikan
antara keberadaan komite audit dengan kualitas laba kemungkinan disebabkan
masih rendahnya praktek corporate governance dalam perusaahan-perusahaan
di Indonesia. Selain itu penelitian ini mengukur variabel komite audit hanya
dengan 1 karakteristik saja, yaitu ada atau tidaknya komite audit dalam suatu perusahaan.
Hipotesis keempat yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H4 : Kepemilikan institusional secara
positif dan signifikan berpengaruh terhadap kualitas laba.
Tabel 7 menunjukkan koefisien regresi
untuk kepemilikan institusional sebesar -0,188 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,006. Hal tersebut menunjukkan kepemilikan institusional secara
positif dan signifikan mempengaruhi kualitas laba. Dengan demikian hasil ini
mendukung hipotesis keempat.
Hasil ini sesuai dengan teori bahwa
investor institusional tidak berorientasi pada laba sekarang (Fidyati, 2004).
Investor institusional lebih mementingkan kinerja perusahaan jangka panjang
sehingga kepemilikan saham oleh institusi dapat menjadi kendala bagi perilaku opportunistik
manajer.
Pendapat
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.Model penelitian yang belum tentu
tepat sehingga dapat berdampak pada hasil dan kesimpulan penelitian.
2.Rentang waktu sampel penelitian yang
kurang begitu lama mengakibatkan hasil penelitian belum dapat digeneralisir.
3.Variabel komite audit hanya
menggunakan 1 karakteristik yaitu ada atau tidaknya komite audit tanpa
memasukkan karakteristik lainnya seperti kompetensi anggota komite audit, latar
belakang pendidikan, pengalaman dan sebagainya.
4.Dalam penelitian ini belum dimasukkan
semua mekanisme yang ada dalam corporate governance
Bagi
Peneliti:
1.Dalam pengambilan sampel, disarankan
untuk memakai periode yang lebih panjang.
2.Menambahkan
karakteristik-karakteristik yang lebih detail dalam pengukuran komite audit,
seperti kompetensi anggota komite audit, latar belakang pendidikan, pengalaman
dan sebagainya.
3.Menggunakan atau menambahkan
variabel-variabel lain yang berhubungan dengan corporate governance yang
belum dimasukkan dalam
penelitian ini.
Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046
KLS:4EB10
Matkul: Etika Profesi Akuntansi
2 komentar on "Tugas Review Jurnal GCG"
Kak saya mau tanya,cari data kepemilikan institusional dari laporan keuangan bagaimana ya.
Terimakasih.
mba mau tanya dong lihat kepemilikan manajerial dan institusionalnya itu gimana dan dibagian apa??? kalo ada kontak bisa tolong bantu saya lagi mengerjakan skripsi
Posting Komentar