Senin, 30 Desember 2013

Pengaruh Globalisasi terhadap Remaja Indonesia

Diposting oleh Mutia Azila di 09.46 0 komentar


Pengaruh Globalisasi terhadap Remaja Indonesia

                Arus globalisasi yang mengalir begitu cepat ternyata juga membawa dampak bagi kehidupan masyarakat, utamanya para generasi muda di Indonesia. Pengaruh globalisasi yang merasuk ke dalam diri tiap remaja Indonesia ternyata begitu kuat hingga membuat banyak generasi muda Indonesia seakan-akan kehilangan jati diri. Dari waktu ke waktu, mereka terlihat lupa kepribadian bangsa, tingkah laku mereka pun sama sekali tidak mencerminkan perilaku bangsa Indonesia. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang disebabkan oleh arus globalisasi kepada para remaja Indonesia, kita bisa dengan mudah mengamatinya lewat beberapa gejala yang muncul dalam keseharian mereka.
Salah satu pengaruh globalisasi yang mencolok dewasa ini bisa kita lihat dari cara para remaja Indonesia mengenakan pakaian. Kebanyakan dari mereka terlihat begitu bangga berdandan ala selebritis yang lebih condong pada budaya barat. Bisa dibilang sudah sedikit melalaikan norma kesusilaan dengan model pakaian minim bahan dan memperlihatkan secara jelas beberapa bagian tubuh yang seharusnya ditutupi. Jika menengok kepada sejarah bangsa, sudah jelas cara berpakaian seperti itu tidak termasuk pada kepribadian bangsa Indonesia yang sudah terkenal dengan budaya sopannya. Secara singkat, remaja Indonesia saat ini lebih suka menjadi orang lain dan cuek atas identitas bangsa mereka sendiri.
Kemajuan teknologi juga pada faktanya menjadi pemicu rusaknya mental remaja Indonesia. Dan sekali lagi, hal ini juga merupakan salah satu dari pengaruh globalisasi. Di era globalisasi ini, handphone dan internet menjadi dua elemen penting yang rasanya merupakan sebuah kewajiban untuk diketahui oleh semua orang. Para remaja Indonesia juga seakan mewajibkan kehadiran dua elemen tersebut di kehidupan mereka tanpa ada tawaran lagi. Namun, alhasil mereka menjadi sosok anti sosial yang lebih fokus mengurusi rekan-rekan dunia maya mereka dan lebih sibuk menggunakan handphone mereka.
Karena hal-hal di atas, maka sikap remaja Indonesia menjadi cuek, tidak peduli terhadap lingkungan, dan tidak mengenal sopan santun karena globalisasi menganut asas kebebasan serta keterbukaan yang membuat mereka bertindak sesuka hati tanpa mau berpikir dampak selanjutnya. Maka dari itu, jangan sampai kita mau diperbudak oleh zaman globalisasi yang lantas bisa menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Satu hal yang perlu kita ketahui, pengaruh globalisasi itu sangat kejam, jadi kita harus bisa mengontrolnya karena kita adalah manusia yang berakal.

Sumber:
http://jkt45.com/mengupas-pengaruh-globalisasi/

Kenaikan 'BI rate' berdampak pada perekonomian

Diposting oleh Mutia Azila di 09.23 0 komentar


Kenaikan 'BI rate' berdampak pada perekonomian

Suku bunga acuan atau BI Rate naik lagi 25 basis poin, menjadi 7,5 persen. Kali ini, Bank Indonesia fokus pada pengendalian defisit transaksi berjalan. Namun, dalam jangka menengah panjang, BI mengarahkan kebijakan kepada pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Kenaikan BI Rate itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (12/11/2013). Dengan demikian, BI Rate sudah naik 175 basis poin (bps) atau 1,75 persen sejak Juni 2013.
Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) dua kali berturut-turut dalam dua bulan terakhir, dinilai bakal berdampak panjang bagi ekonomi Indonesia. BI Rate kini berada di level 6,5 persen, setelah Bank Indonesia dalam dua bulan berturut-turut telah dua kali menaikkan suku bunga acuan itu.
Kenaikan BI Rate akan berdampak terhadap perekonomian dan sektor riil. Pertumbuhan ekonomi akan melambat. Di sisi lain, kenaikan BI Rate akan mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan. Bank bisa menaikkan suku bunga simpanan ataupun pinjaman.
Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong masyarakat menunda kegiatan konsumsi karena memilih menyimpan dana di bank. Kenaikan suku bunga simpanan akan meningkatkan biaya dana bank. Jika tidak ingin margin tertekan, bank harus menaikkan suku bunga pinjaman. Langkah bank menaikkan suku bunga pinjaman akan berhadapan dengan risiko kredit bermasalah.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Achmad Baiquni mengakui, BRI akan memantau lebih dulu situasi sebelum memutuskan menaikkan atau tidak menaikkan suku bunga simpanan.
Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan, kenaikan BI Rate yang dimaksudkan untuk mempertahankan nilai tukar rupiah dan menyikapi lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ini, tentu akan memiliki dampak yang begitu besar dan panjang bagi perekonomian nasional, khususnya berkaitan dengan investasi dan kegiatan di sektor riil
Pada pertengahan Juni 2013, Bank Indonesia telah menaikkan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen, dari sebelumnya 5,75 persen yang berlaku sejak Februari 2012. Kamis (11/7/2013), Bank Indonesia kembali menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin, menjadi 6,5 persen.
Dampak panjang bagi perekonomian nasional, berasal dari prinsip asimetris yang berlaku dalam ekonomi. Ketika Bank Indonesia menaikkan BI Rate, ujar dia, perbankan seketika menaikkan suku bunga kredit. Namun sebaliknya ketika BI Rate turun, tak serta-merta perbankan menurunkan suku bunga kredit.
Perbankan akan melakukan proses wait and see yang cukup panjang (sebelum menurunkan kembali suku bunga kredit), sehingga akan merugikan perekonomian nasional khususnya sektor riil
kenaikan BI Rate ini bertujuan mendorong kembali datangnya arus modal masuk (capital inflow), yang diharapkan akan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.  dalam kondisi yang tak menentu atau mengarah pada suasana krisis ekonomi, pasar dapat mengartikan naiknya BI Rate sebagai meningkatnya resiko, sehingga hasilnya akan kontraproduktif dengan tujuan menstabilkan nilai tukar itu sendiri
Sementara untuk meredam lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, Pemerintah bisa menggunakan serangkaian kebijakan fiskal alih-alih menaikkan BI Rate. Seperti dengan menaikkan pajak pada barang-barang non-tradable.
Bila benar serangkaian kebijakan moneter Bank Indonesia yang dilakukan dua bulan terakhir adalah untuk menyerap dampak kenaikan harga BBM, melihat ongkos yang dikeluarkan terlalu besar. bisa jadi besarnya dana yang dipakai untuk "menghemat" subsidi BBM justru jauh lebih besar daripada nominal subsidi yang bisa dihemat.
Langkah menaikkan BI Rate ini sekaligus upaya BI mengantisipasi kemungkinan berkurangnya stimulus moneter yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed. Jika pengurangan stimulus itu dilakukan akhir tahun 2013, BI sudah siap menjaga rupiah tidak tertekan.
Sin Beng Ong dari JP Morgan Chase Bank, dalam rilisnya menyebutkan, langkah BI telah menunjukkan prioritas kebijakan, yakni mengendalikan defisit transaksi berjalan. Langkah itu diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2014.

Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/07/12/0128288/Kenaikan.BI.Rate.Berdampak.Panjang.Pada.Ekonomi
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/13/0740572/Ini.Dampak.Kenaikan.BI.Rate

Minggu, 29 Desember 2013

Pengaruh Ekonomi Terhadap Pendidikan

Diposting oleh Mutia Azila di 00.30 0 komentar
Pengaruh Ekonomi Terhadap Pendidikan

Dampak Krisis Ekonomi di Indonesia Terhadap Biaya Anggaran Pendidikan
Belahan Negara manapun termasuk di Indonesia kena tamparan keras dan telak krisis keuangan global yang diakibatkan oleh krisis keuangan Amerika Serikat sehingga kondisi demikian menyebabkan keuangan dalam negeri pertiwi ini menjadi labil atau mengalami defisit anggaran. Kondisinya cukup keruh dan sangat mengkhawatirkan. Ketika kondisinya menjadi demikian, ini pun membuat masyarakat menjadi harap-harap cemas, apakah pemerintah bisa mengatasi hal tersebut sesegera mungkin.
Dalam konteks demikian, pemerintah meminta kepada seluruh masyarakat agar tidak panik menghadapi kenyataan krisis tersebut sebab akan segera dipulihkan. Namun terlepas krisis tersebut akan segera selesai atau terus berlanjut beberapa waktu kedepan, ada satu persoalan cukup mendasar yang bisa diamati lebih serius akibat dampak krisis global tersebut. Tanggal 16 Agustus 2008 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menetapkan alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 sebesar 20%. Bila dinominalkan sekitar Rp. 224 triliun. Para pengamat ekonomi justru agak pesimis, pemerintah akan mampu merealisasikan anggaran 20% sedemikian sebab keuangan Negara berada dalam ancaman resiko sangat tinggi. Sebab anggaran Negara bisa jebol atau akan membengkak sangat besar ketika harus dipaksakan untuk sesuai target 20%. Akan tetapi, optimisme untuk tetap sesuai dengan persentase 20% juga meninggi bila mencermati harga minyak dunia yang juga turun tajam, mencapai US$ 65/barel. Sehingga posisi demikian terkadang pula melahirkan pertimbangan- pertimbangan cukup dilematis antara “bisa” atau “tidak bisa” untuk sampai target 20%. SBY menyampaikan bahwa harga minyak dunia mengalami naik turun sehingga sangat sulit untuk memprediksi harga minyak dunia saat ini akan tetap pada posisi stabil atau tidak kedepannya. Mencermati krisis tersebut yang cukup membahayakan keuangan negara, maka pemerintah jangan sampai mengambil kebijakan yang bersifat jangka pendek ( short-term) dengan satu tujuan supaya dunia pendidikan bisa ditingkatkan persentase anggarannya. Salah mengambil kebijakan, maka ongkos yang harus dibayar pun sangat besar.Sehingga diakui maupun tidak, pertimbangan mengambil langkah-langkah penanggulangan dan penyelamatan keuangan negara harus didasarkan pada kepentingan jangka panjang (long-term). Tidak menjadi persoalan ketika pemerintah di bawah kendali SBY melanggar janji politiknya untuk harus sesuai target anggaran pendidikan 20% selama menggunakan pertimbangan rasional. resiko besarnya adalah citra politik pemerintah harus anjlok di depan masyarakat di negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Sehingga para guru atau sejumlah elemen masyarakat yang sangat gembira atas rencana dinaikkannya anggaran pendidikan 20% menjadi kecewa dan gigit jari. Mereka pun akan menstempel pemerintah sebagai penyelenggara negara yang tidak konsisten. Akan tetapi itu adalah pilihan politik yang harus diambil apabila pilihan-pilihan lainnya tidak ada. Ketika pemerintahan SBY gagal mewujudkan anggaran pendidikan 20%, maka itu harus diterima secara terbuka. Ini ibarat buah simalakama yang harus ditelan kendati pun tidak enak rasanya. Bukan berarti pula, SBY tidak memiliki kehendak dan kemauan politik sangat tinggi supaya anggaran pendidikan memiliki persentase sangat besar. Hal tersebut   terjadi karena pertimbangan-pertimbangan lain yang lebih mendesak bagi penyelamatan bangsa dan negara ini.

Dampak yang Ditimbulkan oleh Rendahnya Ekonomi Keluarga.
            Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pendidikan sebagai hak asasi individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam Undang-undang. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa baik orangtua, masyarakat,maupun pemerintah bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan (UU RI  No. 2 tahun 2003:37).  Jika anak hidup dalam keluarga miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak juga terganggu. Dampak lain yang dibutuhkan oleh rendahnya ekonomi keluarga adalah anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, hal ini akan ikut mengganggu aktivitas belajar anak (Slameto, 1991:66). 
Kemapanan ekonomi ini sangat membantu siswa untuk melengkapi sarana dan prasarana belajarnya sehingga proses belajarnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Di samping itu, persoalan ekonomi juga dapat membantu sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar mengajar di sekolah melalui BP-3 maupun SPP siswa.
Persoalan ekonomi merupakan salah satu persoalan sangat penting dalam proses pendidikan formal. Oleh karena itu, bilamana ekonomi seseorang mengalami kesuraman niscaya proses pendidikannya akan terhambat. Bahkan mungkin terjadi proses pendidikannya akan terhenti disebabkan ketidakmampuan ekonomi keluarga membiayai pendidikannya.Sementara biaya pendidikan dewasa ini, kian hari kian meningkat seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kebutuhan, termasuk kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, ditambah semakin meningkatnya biaya kebutuhan pokok sehari-hari. Di sisi lain, daya beli masyarakat menjadi tidak terjangkau atau semakin menurun.
Oleh karena itu tidak diragukan bahwa betapapun sulitnya perekonomian, masalah pendidikan bagi anak tetap mendapatkan perhatian dari masing-masing orangtua. Karena mayoritas orangtua murid termasuk orang-orang yang tahu dan mengerti tentang pendidikan, terutama pendidikan terhadap anak. Oleh karena itu mereka di samping bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, juga dituntut menyediakan biaya terhadap pendidikan anak-anaknya. Walaupun diantara mereka terdapat keluarga yang berekonomi pas-pasan (rendah). Dukungan orangtua terhadap anaknya untuk melanjutkan pendidikan seperti yang tampak pada sekolah dasar Perumnas Antang. Di sekolah dasar Perumnas Antang ternyata muridnya ada yang memiliki latar belakang keluarga yang berekonomi lemah, seperti orangtuanya bekerja buruh bangunan dan tukang becak. Pekerjaan tersebut tidak berarti tidak memperoleh penghasilan, namun hasil yang diperoleh tidak memenuhi keperluan hidup rumah tangga mereka, akibatnya pendidikan anak-anak mereka terbengkalai dan bahkan ada yang berhenti. Hal ini terjadi disebabkan oleh semakin tingginya biaya pendidikan dewasa ini, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pada Peguruan Tinggi. Pendapatan orangtua mereka memang tidak sama perkapitanya, akan tetapi rata-rata penghasilan orangtua mereka minimum Rp. 300.000,-/bulan, bahkan ada yang lebih rendah. Dengan demikian, rata-rata penghasilan orangtua mereka dalam setiap bulannya dapat dikatakan sebagai penghasilan yang sangat sederhana namun ada pula penghasilan orang tua yang sangat rendah sehingga mereka tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rendahnya ekonomi keluarga berdampak pada pemenuhan perlengkapan belajar siswa, misalnya pembelian buku paket, dan kelengkapan lainnya baik di sekolah maupu di lingkungan keluarga siswa. Di samping itu, rendahnya ekonomi keluarga dapat pula berdampak pada kelanjutan pendidikan anak bahkan ada yang sampai putus sekolah dan menjadi anak jalanan. Dedi Supriadi (2004:13) mengemukakan bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Peranan Ekonomi Keluarga dalam Relevansinya dengan Pendidikan
            Upaya perluasan dan persebaran kesempatan bagi anak-anak untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan dasar menempati prioritas tertinggi dalam perkembangan pendidikan nasional. Hal ini sangat beralasan sebab Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran, pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan, baik pendidikan dasar, kejuruan, profesional, melalui jalur sekolah dan jalur luar sekolah (Nanang Fattah, 2002:89). Dipandang dari segi ekonomi dan sosial, maka sistem pendidikan suatu negara adalah alat yang penting untuk melestarikan norma dan meningkatkan keterampilan masyarakat secara berkelanjutan dan mempersiapkan masyarakat  tadi bagi kebutuhan pembangunan yang sedang berlangsung (Jusuf Enoch, 1991:167). Dalam setiap langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada suatu upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan di sekolah tidak akan berjalan. Dalam upaya mengatasi problem ekonomi, orang harus melakukan pendekatan yang realistis terhadap kehidupan manusia di muka bumi ini. Benar bahwa seseorang mempunyai berbagai kebutuhan ekonomi selama masa hidupnya. Maka tidak perlu membesar-besarkan bahwa hal itu sebagai problem besar dalam kehidupan. Seseorang tidak harus hidup senang sendirian. Oleh karena itu merupakan kesalahan besar  baginya dan tidak sesuai kehidupan kita, nilai etik dan moral kita, kebudayaan dan masyarakat, serta landasan ekonomi kita. Namun problema kehidupan yang sulit untuk disembunyikan adalah pendanaan pendidikan. Kebutuhan hidup berupa barang-barang elektronik mungkin saja tertahan untuk dihadirkan di dalam rumah tangga, tetapi biaya pendidikan bagi anak merupakan problema yang sulit disembunyikan. Lanjut tidaknya sang anak dalam menempuh pendidikan baik di sekolah dasar maupun pada jenjang tingkat yang lebih tinggi ditentukan oleh kemampuan ekonomi orangtua. Karena itu, dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi keluarga sangat terkait dan bahkan tidak terpisahkan bagi proses pendidikan anak. Slameto (1991:65) menuturkan bahwa “Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak” .Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain juga membutuhkan fasilitas belajar  berupa ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain, fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai ekonomi yang cukup, tetapi jika keadaan ekonomi keluarga memperihatinkan maka anak akan merasa tersisihkan  atau terisolasi oleh teman-temannya yang berekonomi cukup atau kaya, sehingga belajar anak akan terganggu. Bahkan mungkin karena kondisi ekonomi orangtuanya berada di bawah standar rata-rata, maka anak pun tidak akan memperhatikan kondisi belajarnya sebab ia akan ikut bekerja dan mencari nafkah sebagai pembantu orangtuanya walaupun sebenarnya anak  belum saatnya untuk bekerja hal ini akan juga menggangu belajar anak. Namun tidak dapat disangkal pula bahwa kemungkinan adanya anak yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat ekonomi keluarga yang lemah, tetapi justru keadaan yang begitu mereka menjadikannya cambuk untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses besar. Sebaliknya, terkadang pula keluarga yang kaya raya orangtua mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berfoyah-foyah akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut dapat pula menggangu belajar anak bahkan dapat pula menyebabkan anak gagal dalam pendidikan disebabkan kurang perhatiannya orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya.Oleh karena itu, relevansi antara pendidikan dan ekonomi keluarga sangat erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Cita-cita masa depan seseorang tidak akan tercapai tanpa pendidikan, sedangkan pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dana, sedang dana sangat sulit tercapai tanpa pendidikan. Dengan demikian, antara pendidikan dan kondisi ekonomi keluarga merupakan suatu lingkaran yang tak berujung serta tak terpisahkan dan saling terkait satu sama lain.

Pengaruh Faktor Ekonomi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Sekolah Dasar
            Dalam rangka mencapai prestasi belajar anak khususnya di sekolah dasar sudah barang tentu harus ditunjang oleh berbagai sarana dan media belajar terutama dalam rumah tangga. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan belajar anak harus ditunjang oleh kecukupan dan kemantapan ekonomi keluarga. Ekonomi keluarga sangat termasuk salah satu faktor keberhasilan dan kegagalan pendidikan bagi anak. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:83) bahwa “Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya”. Misalnya untuk membeli alat-alat, uang sekolah dan biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari. Lebih-lebih keluarga untuk dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi. Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang memadai, dimana tempat belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif. Pembentukan pribadi dan sebagainya. Upaya apapun yang dilakukan oleh para pengelola sekolah dalam rangka menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien jika tidak ditunjang oleh ekonomi keluarga pihak siswa (orangtua siswa), niscaya upaya itu akan sia-sia. Misalnya, lengkapnya media belajar dan sarana mengajar yang dimiliki oleh sebuah sekolah, akan tetapi sarana belajar siswa di rumah kurang memadai, maka mungkin hanya proses mengajar saja yang efektif dan efisien, tetapi proses belajar terutama belajar mandiri di rumah tidak seperti apa yang diharapkan. Paradigma ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi dapat mempengaruhi proses belajar mengajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.

Sumber:
http://ekawatismadabtg.blogspot.com/2012/09/makalah-pengaruh-ekonomi-terhadap.html

Dampak Ekonomi Topan Haiyan Kecil

Diposting oleh Mutia Azila di 00.19 0 komentar


Dampak Ekonomi Topan Haiyan Keci

Topan Haiyan telah menewaskan ribuan orang. Namun, dampak ekonomi yang dirasakan agaknya lebih kecil dibandingkan bencana alam lainnya yang menimpa Filipina. Filipina yang membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,6% pada paruh pertama 2013, masih menjadi salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan terpesat dunia.
Setahun lalu, Topan Bopha menghantam wilayah selatan negeri tersebut. Sekitar 1.900 orang tewas, jumlah yang lebih sedikit daripada korban meninggal Topan Haiyan yang nyaris mencapai 4.000 orang. Tetapi, Topan Bopha sepertinya menyebabkan kerusakan ekonomi lebih besar, yang ditaksir mencapai hampir $1 miliar, termasuk kerugian karena gagal panen serta kerusakan infrastruktur dan properti swasta.
Sejauh ini, Topan Haiyan telah membuahkan kerugian senilai $230 juta, demikian keterangan pemerintah. Angka itu, tidak menyertakan properti swasta, masih dapat berubah meski disangsikan dapat melampaui kerugian akibat bencana lainnya.
Pada 2011, Topan Nesat melantak pulau Luzon yang padat penduduk dan menyebabkan kerugian sebesar $350 juta. Topan Bopha menyentuh daratan wilayah selatan Filipina yang menjadi sentra perkebunan pisang, salah satu komoditas ekspor pertanian terbesar Filipina.
Wilayah tengah Filipina yang terpengaruh oleh Topan Haiyan adalah penghasil kelapa, gula, dan tebu. Hanya minyak kelapa yang menjadi komoditas ekspor besar. Karena itu, kerugian finansial dapat ditekan.
Kawasan tersebut menyumbang 12% dari produk domestik bruto Filipina. Namun, di wilayah itu, kerusakan dialami oleh sebagian besar lahan pertanian. Fasilitas manufaktur di kota-kota besar seperti Cebu selamat.
Setelah topan berlalu, pemerintah mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi diproyeksikan lebih rendah dari 5,9% on-year pada triwulan keempat.
Ekspekstasi pertumbuhan mengalami revisi mengingat efek bencana pada sektor pertanian dan pariwisata. Wilayah tengah Filipina, lokasi pantai Boracay, menyumbang sekitar sepertiga jumlah pelancong asing tahunan Filipina.
Dalam laporan yang dirilis Selasa, Credit Suisse mengatakan bahwa taksiran pemerintah mungkin terlampau pesimistis menyusulnya kecilnya porsi PDB yang dihasilkan wilayah yang terpengaruh bencana. Terlebih, rekonstruksi pulau Leyte dan Samar yang menjadi pusat bencana dapat ikut mengatasi efek negatif perekonomian, demikian Credit Suisse.
Pekan lalu, HSBC menaksir bahwa bencana Haiyan dapat memangkas perekonomian hingga 1,4% tahun ini. Menurut lembaga tersebut, kerugian dari panen, dan industri perikanan, kemungkinan berjumlah sekitar $324 juta.

Sumber:
http://indo.wsj.com/posts/2013/11/20/dampak-ekonomi-topan-haiyan-kecil/

 

' Mutia Azila Sweet Cupcake Designed by Ipietoon