Pengaruh
Ekonomi Terhadap Pendidikan
Dampak Krisis Ekonomi di Indonesia Terhadap Biaya Anggaran
Pendidikan
Belahan Negara manapun termasuk di Indonesia kena tamparan
keras dan telak krisis keuangan global yang diakibatkan oleh krisis keuangan
Amerika Serikat sehingga kondisi demikian menyebabkan keuangan dalam negeri
pertiwi ini menjadi labil atau mengalami defisit anggaran. Kondisinya cukup
keruh dan sangat mengkhawatirkan. Ketika kondisinya menjadi demikian, ini pun
membuat masyarakat menjadi harap-harap cemas, apakah pemerintah bisa mengatasi
hal tersebut sesegera mungkin.
Dalam konteks demikian, pemerintah meminta kepada seluruh
masyarakat agar tidak panik menghadapi kenyataan krisis tersebut sebab akan
segera dipulihkan. Namun terlepas krisis tersebut akan segera selesai atau
terus berlanjut beberapa waktu kedepan, ada satu persoalan cukup mendasar yang
bisa diamati lebih serius akibat dampak krisis global tersebut. Tanggal 16
Agustus 2008 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menetapkan alokasi anggaran
pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009
sebesar 20%. Bila dinominalkan sekitar Rp. 224 triliun. Para pengamat ekonomi
justru agak pesimis, pemerintah akan mampu merealisasikan anggaran 20%
sedemikian sebab keuangan Negara berada dalam ancaman resiko sangat tinggi.
Sebab anggaran Negara bisa jebol atau akan membengkak sangat besar ketika harus
dipaksakan untuk sesuai target 20%. Akan tetapi, optimisme untuk tetap sesuai
dengan persentase 20% juga meninggi bila mencermati harga minyak dunia yang
juga turun tajam, mencapai US$ 65/barel. Sehingga posisi demikian terkadang
pula melahirkan pertimbangan- pertimbangan cukup dilematis antara “bisa”
atau “tidak bisa” untuk sampai target 20%. SBY menyampaikan bahwa harga minyak
dunia mengalami naik turun sehingga sangat sulit untuk memprediksi harga
minyak dunia saat ini akan tetap pada posisi stabil atau tidak kedepannya.
Mencermati krisis tersebut yang cukup membahayakan keuangan negara,
maka pemerintah jangan sampai mengambil kebijakan yang bersifat jangka
pendek ( short-term) dengan satu tujuan
supaya dunia pendidikan bisa ditingkatkan persentase anggarannya. Salah
mengambil kebijakan, maka ongkos yang harus dibayar pun sangat besar.Sehingga
diakui maupun tidak, pertimbangan mengambil langkah-langkah penanggulangan dan penyelamatan keuangan negara harus didasarkan
pada kepentingan jangka panjang (long-term). Tidak menjadi persoalan ketika pemerintah di bawah kendali SBY
melanggar janji politiknya untuk harus sesuai target anggaran
pendidikan 20% selama menggunakan pertimbangan rasional. resiko besarnya
adalah citra politik pemerintah harus anjlok di depan masyarakat di negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Sehingga para guru
atau sejumlah elemen masyarakat yang sangat gembira atas rencana
dinaikkannya anggaran pendidikan 20% menjadi kecewa dan gigit jari. Mereka pun
akan menstempel pemerintah sebagai penyelenggara negara yang
tidak konsisten. Akan tetapi itu adalah pilihan politik yang harus diambil
apabila pilihan-pilihan lainnya tidak ada. Ketika pemerintahan SBY gagal
mewujudkan anggaran pendidikan 20%, maka itu harus
diterima secara terbuka. Ini ibarat buah simalakama yang harus ditelan kendati
pun tidak enak rasanya. Bukan berarti pula, SBY tidak memiliki kehendak
dan kemauan politik sangat tinggi supaya anggaran pendidikan memiliki
persentase sangat besar. Hal tersebut terjadi karena
pertimbangan-pertimbangan lain yang lebih mendesak bagi penyelamatan bangsa dan negara ini.
Dampak yang Ditimbulkan oleh Rendahnya
Ekonomi Keluarga.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas,
tetapi juga akan berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat
mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja.
Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk
dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi yang pesat. Pendidikan sebagai hak asasi individu anak bangsa telah
diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 10 yang menyebutkan bahwa “Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam Undang-undang. Oleh sebab
itu, seluruh komponen bangsa baik orangtua, masyarakat,maupun pemerintah
bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan (UU RI No.
2 tahun 2003:37). Jika anak hidup dalam
keluarga miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya
kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak juga terganggu. Dampak lain yang
dibutuhkan oleh rendahnya ekonomi keluarga adalah anak selalu dirundung
kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, hal ini akan ikut mengganggu
aktivitas belajar anak (Slameto, 1991:66).
Kemapanan
ekonomi ini sangat membantu siswa untuk melengkapi sarana dan prasarana belajarnya sehingga
proses belajarnya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Di samping itu, persoalan ekonomi juga dapat membantu
sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar mengajar di
sekolah melalui BP-3 maupun SPP siswa.
Persoalan
ekonomi merupakan salah satu persoalan sangat penting dalam proses pendidikan formal. Oleh karena
itu, bilamana ekonomi seseorang mengalami kesuraman niscaya proses
pendidikannya akan terhambat. Bahkan mungkin terjadi proses pendidikannya akan
terhenti disebabkan ketidakmampuan ekonomi keluarga membiayai
pendidikannya.Sementara biaya pendidikan dewasa ini, kian hari kian meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kebutuhan, termasuk kebutuhan
sarana dan prasarana pendidikan, ditambah semakin meningkatnya biaya kebutuhan
pokok sehari-hari. Di sisi lain, daya beli masyarakat menjadi tidak terjangkau
atau semakin menurun.
Oleh karena itu tidak diragukan
bahwa betapapun sulitnya perekonomian, masalah pendidikan bagi anak tetap
mendapatkan perhatian dari masing-masing orangtua. Karena mayoritas orangtua murid termasuk orang-orang yang
tahu dan mengerti tentang pendidikan, terutama pendidikan terhadap anak.
Oleh karena itu mereka di samping bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, juga dituntut menyediakan biaya terhadap pendidikan
anak-anaknya. Walaupun diantara mereka terdapat keluarga yang berekonomi pas-pasan
(rendah). Dukungan orangtua terhadap anaknya untuk melanjutkan pendidikan
seperti yang tampak pada sekolah dasar Perumnas Antang. Di sekolah dasar
Perumnas Antang ternyata muridnya ada yang
memiliki latar belakang keluarga yang berekonomi lemah, seperti orangtuanya
bekerja buruh bangunan dan tukang becak. Pekerjaan tersebut tidak berarti tidak
memperoleh penghasilan, namun hasil yang diperoleh tidak memenuhi keperluan
hidup rumah tangga mereka, akibatnya pendidikan anak-anak mereka terbengkalai
dan bahkan ada yang berhenti. Hal ini terjadi disebabkan oleh semakin tingginya
biaya pendidikan dewasa ini, mulai dari
tingkat sekolah dasar hingga pada Peguruan Tinggi. Pendapatan orangtua
mereka memang tidak sama perkapitanya, akan tetapi rata-rata penghasilan orangtua mereka minimum Rp.
300.000,-/bulan, bahkan ada yang lebih rendah. Dengan demikian,
rata-rata penghasilan orangtua mereka dalam setiap bulannya dapat dikatakan
sebagai penghasilan yang sangat sederhana namun ada pula penghasilan orang tua
yang sangat rendah sehingga mereka tidak mampu membiayai pendidikan
anak-anaknya.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rendahnya ekonomi
keluarga berdampak pada pemenuhan perlengkapan belajar siswa, misalnya
pembelian buku paket, dan kelengkapan lainnya baik di sekolah maupu di
lingkungan keluarga siswa. Di samping itu, rendahnya ekonomi keluarga dapat
pula berdampak pada kelanjutan pendidikan anak bahkan ada yang sampai putus
sekolah dan menjadi anak jalanan. Dedi Supriadi (2004:13) mengemukakan bahwa biaya pendidikan merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Peranan Ekonomi Keluarga dalam
Relevansinya dengan Pendidikan
Upaya perluasan dan
persebaran kesempatan bagi anak-anak untuk memperoleh pendidikan,
khususnya pendidikan dasar menempati prioritas tertinggi dalam
perkembangan pendidikan nasional. Hal ini sangat beralasan sebab
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah
mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
pengajaran, pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan,
baik pendidikan dasar, kejuruan, profesional, melalui jalur sekolah dan jalur
luar sekolah (Nanang Fattah, 2002:89). Dipandang dari segi ekonomi dan
sosial, maka sistem pendidikan suatu negara adalah alat yang penting untuk
melestarikan norma dan meningkatkan
keterampilan masyarakat secara berkelanjutan dan mempersiapkan masyarakat tadi bagi kebutuhan pembangunan yang sedang
berlangsung (Jusuf Enoch, 1991:167). Dalam setiap langkah yang dilakukan
untuk mencapai tujuan pendidikan, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir
tidak ada suatu upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya,
sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan di sekolah tidak
akan berjalan. Dalam upaya mengatasi problem ekonomi, orang harus
melakukan pendekatan yang realistis terhadap
kehidupan manusia di muka bumi ini. Benar bahwa seseorang mempunyai berbagai
kebutuhan ekonomi selama masa hidupnya. Maka tidak perlu
membesar-besarkan bahwa hal itu sebagai problem besar dalam kehidupan.
Seseorang tidak harus hidup senang sendirian.
Oleh karena itu merupakan kesalahan besar
baginya dan tidak sesuai kehidupan kita, nilai etik dan moral
kita, kebudayaan dan masyarakat, serta landasan ekonomi kita. Namun
problema kehidupan yang sulit untuk disembunyikan adalah pendanaan pendidikan. Kebutuhan hidup berupa barang-barang elektronik
mungkin saja tertahan untuk dihadirkan di dalam rumah tangga, tetapi
biaya pendidikan bagi anak merupakan problema yang sulit disembunyikan. Lanjut
tidaknya sang anak dalam menempuh pendidikan baik di sekolah dasar maupun pada
jenjang tingkat yang lebih tinggi ditentukan oleh kemampuan ekonomi orangtua.
Karena itu, dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi keluarga sangat terkait
dan bahkan tidak terpisahkan bagi proses pendidikan anak. Slameto
(1991:65) menuturkan bahwa “Keadaan ekonomi
keluarga erat hubungannya dengan belajar anak” .Anak yang sedang belajar
selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian,
perlindungan kesehatan, dan lain-lain juga membutuhkan fasilitas
belajar berupa ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat
tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain, fasilitas
belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai ekonomi yang cukup,
tetapi jika keadaan ekonomi keluarga memperihatinkan maka anak akan merasa
tersisihkan atau terisolasi oleh
teman-temannya yang berekonomi cukup atau kaya, sehingga belajar anak akan terganggu. Bahkan mungkin karena kondisi
ekonomi orangtuanya berada di bawah standar rata-rata, maka anak pun
tidak akan memperhatikan kondisi belajarnya sebab ia akan ikut bekerja dan
mencari nafkah sebagai pembantu orangtuanya walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja hal ini akan
juga menggangu belajar anak. Namun tidak dapat disangkal pula bahwa
kemungkinan adanya anak yang serba kekurangan dan selalu menderita akibat
ekonomi keluarga yang lemah, tetapi justru keadaan yang begitu mereka
menjadikannya cambuk untuk belajar lebih giat dan akhirnya sukses besar.
Sebaliknya, terkadang pula keluarga yang
kaya raya orangtua mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak.
Anak hanya bersenang-senang dan berfoyah-foyah akibatnya anak kurang dapat
memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut dapat pula menggangu
belajar anak bahkan dapat pula
menyebabkan anak gagal dalam pendidikan disebabkan kurang perhatiannya
orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya.Oleh
karena itu, relevansi antara pendidikan dan ekonomi keluarga sangat erat dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Cita-cita masa depan
seseorang tidak akan tercapai tanpa
pendidikan, sedangkan pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dana, sedang
dana sangat sulit tercapai tanpa pendidikan. Dengan demikian, antara pendidikan
dan kondisi ekonomi keluarga merupakan suatu lingkaran yang tak berujung serta
tak terpisahkan dan saling terkait satu sama lain.
Pengaruh Faktor
Ekonomi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Sekolah Dasar
Dalam rangka mencapai prestasi belajar anak khususnya di
sekolah dasar sudah barang tentu harus ditunjang oleh berbagai sarana dan
media belajar terutama dalam rumah tangga. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan
belajar anak harus ditunjang oleh kecukupan dan kemantapan ekonomi keluarga.
Ekonomi keluarga sangat termasuk salah satu faktor
keberhasilan dan kegagalan pendidikan bagi anak. Menurut Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono (1991:83) bahwa “Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya
sangat memerlukan biaya”. Misalnya untuk membeli alat-alat, uang sekolah
dan biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin
akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena
keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari. Lebih-lebih
keluarga untuk dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi.
Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang
memadai, dimana tempat belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya
belajar secara efisien dan efektif. Pembentukan
pribadi dan sebagainya. Upaya apapun yang dilakukan oleh para pengelola
sekolah dalam rangka menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien jika tidak ditunjang oleh ekonomi keluarga pihak siswa (orangtua
siswa), niscaya upaya itu akan sia-sia. Misalnya, lengkapnya media belajar dan
sarana mengajar yang dimiliki oleh sebuah sekolah, akan tetapi sarana belajar
siswa di rumah kurang memadai, maka mungkin hanya proses mengajar saja yang
efektif dan efisien, tetapi proses belajar terutama belajar mandiri di
rumah tidak seperti apa yang diharapkan. Paradigma ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.
Sumber:
http://ekawatismadabtg.blogspot.com/2012/09/makalah-pengaruh-ekonomi-terhadap.html