REVIEW
I
PERINGKAT
PROPINSI DALAM MEMBANGUN EKONOMI KOPERASI
ANALISIS
BERDASARKAN INDEKS PEKR
OLEH
JOHNNY
W. SITUMORANG
http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/04_Johnny_W.pdf
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi
koperasi merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Kapasitas
yang lebih tinggi dari daerah dalam perekonomian nasional, harus tercemin pada
ekonomi yang lebih tinggi kerjasama regional. Salah satu
Dalam
era otonomi daerah, koperasi development merupakan salah satu otoritas utama
dari kepalh daerah. Sesuai dengan perubahan lingkungan dan iklim, setiap
provinsi akan memacu untuk mengembangkan ekonomi koperasi untuk mewujudkan
ekonomi kerakyatan.
Salah satu dorongan
untuk meningkatkan persaingan antar daerah adalah dengan mengidentifikasi
posisi provinsi secara nasional. Dengan menggunakan kinerja ekonomi regional
koperasi/PEKR indeks, maka peringkat provinsi di dapat di identifikasi. Hasil
analisis menunjukan kinerja yang baik dari satu provinsi tidak selalu
ditunjukkkan oleh kapasitas ekonomi tinggi regional di perekonomian nasional.
Pada 2006, peringkat tertinggi dicapai oleh Provinsi Gorontalo, meskipun
provinsi ini memiliki kapasitas ekonomi yang rendah daerah, tetapi mampu
menciptakan ekonomi koperasi sangat tinggi.
I.
PENDAHULUAN
Pasca krisis ekonomi Indonesia telah memasuki usia
satu dekade. Kemajuan perekonomian Indonesia secara mendasar masih belum
signifikan, meskipun stabilitas ekonomi makro telah pulih, khususnya dari
indikator nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang terkendali, dan neraca
perdagangan luar negeri yang positif, yang didukung oleh stabilitas politik.
Sektor riil masih belum berkembang secara signifikan sejalan dengan stabilitas
makro. Perekonomian secara mikro masih belum terpulihkan secara nyata karena engine
of growth yang penting, yakni investasi dan dunia usaha, belum terpulihkan.
Dunia usaha, khususnya lembaga koperasi, belum menjadi andalan dalam
menggerakkan sumberdaya domestik. Itu sebabnya, pengangguran dan kemiskinan
masih menjadi persoalan pokok pembangunan ekonomi yang tidak hanya di perdesaan
juga sudah menggapai perkotaan. Pengangguran dan kemiskinan di kota terjadi
lebih diperparah oleh urbanisasi orang-orang dari pedesaan yang umumnya tidak mempunyai
keterampilan dan keahlian di bidang usaha yang berciri perkotaan.
Persoalan mendasar yang menjadi penentu kemampuan
menarik investasi ke Indonesia adalah iklim investasi dan bisnis yang tidak
kondusif. Dari berbagai survey nasional dan internasional menyangkut bisnis dan
ekonomi, Indonesia selalu berada pada posisi yang rendah dibandingkan dengan
negara-negara lain. Artinya, Indonesia belum menjadi negara tujuan investasi.
Kalaupun ada aliran investasi ke Indonesia belum menyentuh bidang usaha yang
menjadi andalan perekonomian dan masih terlihat dunia usaha lebih menyukai
pusat operasinya di regional (daerah) tertentu saja, khususnya di Pulau Jawa
dan Pulau Bali. Aliran investasi dalam rangka PMDN dan PMA separuhnya masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, dan sisanya dibagi oleh regional
lainnya. Pola ini jelas dapat semakin memperbesar kesenjangan antar regional
dimana regional selain Pulau Jawa dan Bali pembangunan ekonominya semakin jauh
tertinggal. Kesenjangan antar regional ini sekaligus juga mempersulit upaya penanggulangan
pengangguran dan kemiskinan. Bila kesenjangan ini masih berlanjut, itu
mencerminkan pula kurang tepatnya strategi Pemerintah secara nasional menarik
investasi dalam rangka pemulihan ekonomi dari krisis dan revitalisasi
perekonomian.
Program-program pembangunan menjadi implementasi
strategi setiap pemimpin daerah dalam mewujudkan visi dan misi ketika kampanye
pemilihan kepala daerah tersebut. Secara praktis dapat dikatakan bahwa otonomi
daerah memberikan kesempatan seluasluasnya kepada daerah untuk membangun sesuai
dengan kapasitas daerah itu di tengah perubahan lingkungan strategis yang
cepat.
Pembangunan koperasi adalah salah satu strategi
setiap kepala daerah dalam pembangunan ekonomi. Mengapa demikian? Karena
koperasi telah dikenal luas selama ini sebagai lembaga yang dianggap mampu
mewadahi masyarakat mencapai cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
berdasarkan kultur kerjasama. Secara ideal, koperasi tidak hanya sebagai badan
usaha rakyat tapi juga sebagai lembaga yang dianggap mampu mengejawantahkan
peran konstitusi (pasal 33 UUD 1945) dalam konteks ekonomi kerakyatan. Secara
faktual, koperasi merupakan salah satu pelaku ekonomi sebagaimana bentuk badan
usaha lain, seperti perseroan terbatas (PT). Dalam era otonomi daerah jelaslah
bahwa pengembangan ekonomi koperasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan
ekonomi nasional dan regional. Tentunya, para kepala daerah juga harus berlomba
memajukan ekonomi koperasi di daerahnya.
II.
METODE ANALISIS
Berbagai metode dapat dikembangkan untuk menjawab
masalah yang dikemukakan di atas. Selama ini, persoalan menyangkut peran
koperasi lebih sering dikumandangkan berdasarkan analisis historikal
yang normatif. Tulisan ini mencoba menampilkan analisis yang lebih
positif dengan menggunakan fakta empirik menyangkut posisi ekonomi
koperasi dikaitkan dengan kemampuan ekonomi regional dimana koperasi itu
berada. Pendekatan relatifitas menjadi dasar dalam analisis ini. Untuk
mengetahui performa propinsi dalam pengembangan ekonomi koperasi digunakan
metode indeks, berdasarkan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional
(IPEKR) dari sisi regional atau propinsi atau kawasan Indonesia
(selanjutnya disebut regional) atau Regional Cooperative Economic
Performance Index (RCEPI). IPEKR atau indeks RCEP menjelaskan bagaimana performa
relatif ekonomi koperasi secara regional (cooperative economic size by
region) atau ukuran ekonomi koperasi setiap propinsi terhadap
relatif ekonomi regional secara nasional (economic size relative by
region). Secara metodik, IPEKR adalah perbandingan antara rasio
nilai ekonomi atau bisnis koperasi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai
ukuran ekonomi koperasi dengan rasio ekonomi regional propinsi tersebut dengan
nasional.
Pendekatan analisis berdasarkan IPEKR atau indeks
RCEP tersebut dirumuskan dalam beberapa persamaan berikut ini. Ukuran
ekonomi koperasi regional/propinsi (UEKR) atau disebut juga sebagai
regional cooperative economic size (RCES) adalah sebagai berikut:
UEKR =
VUKR ............................................................................... (1)
VUKN
Dimana
VUKR = volume usaha koperasi regional/propinsi (Rp triliun) dan VUKN = volume
usaha koperasi nasional (Rp triliun). Volume usaha koperasi dipakai sebagai indikator
ekonomi, karena secara empirik volume usaha mencerminkan kemampuan koperasi
dalam bisnis dan ekonomi. UEKR selalu di antara nol dan satu (0<UEKR<1).
Semakin tinggi UEKR semakin besar ukuran regional dalam pengembangan ekonomi koperasi
relatif terhadap nasional.
Ukuran ekonomi regional/propinsi (UER) atau disebut
juga sebagai regional economic size (RES) dirumuskan sebagai berikut:
UER =
PDRB ...............................................................................
(1)
PDB
Dimana
PDRB = produk domestik regional bruto dari propinsi dan PDB = produk domestik
bruto Indonesia. PDRB merupakan indikator ekonomi utama regional dan PDB sebagai
indikator utama perekonomian nasional. Nilai UER adalah di antara nol dan satu (0<UER<1).
Semakin tinggi UER maka semakin besar pula kemampuan atau kapasitas ekonomi
propinsi relatif terhadap nasional.
IPEKR atau RCEPI dapat dirumuskan sebagai rasio
antara UEKR dengan UER,
yakni:
IPEKR =
UEKR …………………………………………………… (3)
UER
Dimana
UEKR = ukuran ekonomi koperasi regional dan UER = ukuran ekonomi regional. IPEKR
berada antara nol dan tak terhingga (IPEKR_0). Bila IPEK<1 maka performa
atau rating regional rendah, dengan kata lain pengembangan ekonomi koperasi di
bawah kemampuan ekonomi regionalnya. Bila IPEK>1 maka performa atau rating
regional tinggi atau dengan kata lain pengembangan ekonomi koperasi di atas
kemampuan ekonomi regionalnya. Berdasarkan IPEKR, pemeringkatan daerah dapat
dilakukan. Oleh karena itu, peringkat daerah dalam ekonomi koperasi tergantung
pada besaran IPEKR tersebut.
Metode ini cukup baik untuk menjelaskan rating dan
peringkat regional/propinsi dalam pengembangan ekonomi atau bisnis koperasi),
dan telah digunakan oleh para analis atau peneliti ekonomi untuk melihat posisi
berbagai aspek, antara lain komoditas dalam ekspor, negara dan propinsi menarik
investasi, dan juga pembangunan wilayah. Untuk mengetahui dayasaing pasar suatu
komoditas misalnya, metode ini digunakan dalam perdagangan luar negeri. UNCTAD
(United Nation Conference on Trade and Development) menggunakan
metode ini untuk analisis posisi negara-negara menarik FDI dalam the World
Investment Report (WIR) setiap tahunnya. Demikian juga penulis sendiri telah
menggunakannya dalam memeringkat sektor perekonomian dan regional dalam menarik
investasi PMDN dan PMA. Pada tahun 2007, Kementerian Negara KUKM melalui Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya KUKM juga mencoba menggunakannya
untuk
memeringkat propinsi dalam pembangunan KUKM1. Dalam pembangunan wilayah, metode
ini biasanya digunakan sebagai implementasi teori lokasi untuk menetukan lokasi
perencanaan wilayah.
Analisis ini menggunakan data sekunder
yang agregatif yang berasal dari Bdan Pusat Statistik (BPS), dan Bank Indonesia
(BI) yang tertampil dalam website masingmasing lembaga. Data PDB dan PDRB
adalah masing-masing pendapatan domestik bruto Indonesia dan propinsi.
Sedangkan data volume usaha adalah nilai total volume usaha koperasi baik
propinsi maupun nasional pada tahun 2006. Seyogianya, performa tahun 2007 lebih
mutakhir digambarkan dalam analisis ini. Namun data PDRB tidak tersedia. Bahkan
untuk tahun 2006, sebagian propinsi belum mampu menampilkan data PDRB. Sehingga
penulis melakukan elaborasi berdasarkan ukuran tahun-tahun sebelumnya dengan
asumsi, pangsa propinsi terhadap nasional hampir tidak berubah dalam jangka pendek.
Dalam analisis ini dimasukkan juga bagaimana perbedaan performa pengembangan
ekonomi koperasi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang terdiri dari Pulau
Sumatera, Jawa dan Bali, dan sisanya Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Nama : MUTIA AZILA
NPM : 25211046
Kelas : 2EB10
0 komentar on "Review Jurnal Ekonomi Koperasi 2.1"
Posting Komentar