REVIEW
II
PROSPEK
PENGEMBANGAN PERAN KOPERASI
DALAM
MASLAH PERBERASAAN
OLEH
TEUKU SYARIF
http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_6_%20Jurnal_Perberasan.pdf
Pembahasan
III. KEIKUTSERTAAN KOPERASI DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM
Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat
penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia
berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam
serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, diartikan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Beras hingga kini masih
merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan
merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada
periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan bahwa kekurangan
beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga kini,
bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumahtangga tetapi juga tingkat
internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan
persediaan pangan beras. Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi
akibat kekurangan pangan pokok ini, tidaklah mengherankan jika pemerintah telah
mengambil langkah-langkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar departemen
dan instansi pemerintah untuk mengatur dan mendorong ketahanan pangan di Dalam Negeri.
Departemen Koperasi adalah salah satu departemen
yang sejak lama telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan
pangan khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai dukungan
pemeritah, Departemen Koperasi telah menumbuh kembangkan kegiatan usaha dan
bisnis koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang sudah berjalan, telah
menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang
luas ke berbagai pelosok Tanah Air. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan
organisasi koperasi di sektor pertanian diakui atau tidak sangat membantu
petani dalam proses produksi pangan baik padi maupun palawija.
Keberhasilan program Bimas dan Inmas di masa lalu
tidak terlepas dari peran serta koperasi/KUD sejak dari penyediaan prasarana
dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran produk. Meskipun
demikian kini terjadi perubahan seiring berlangsungnya era globalisasi dan
liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat pencapaian
ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk
penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu
untuk mempermudah ketersediaan pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan
harga terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam
Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi
gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam
Negeri dan pada sisi lain meningkatkan income mereka. Sementara di sisi
pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada berbagai lembaga untuk
terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas persediaan Dalam
Negeri. Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa
konsekuensi kini mulai muncul.
Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam
jangka pendek mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan
pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi
gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi gabah
merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah
tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam
ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan
kuantitas produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional,
penurunan produksi beras di satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi
lain akan membuka kran impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi
kekurangan persediaan dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras
sumberdaya domestik (menguras devisa) dan melemahkan stabilitas nasional.
Konsekuensi
perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk akan terlihat pada
ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan kepada
berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain
pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan merugikan individu
masyarakat (petani) yang menggunakannya secara enam tepat. Hal ini muncul
disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengambil
keuntungan sendiri dan merugikan para pelaku lain.
Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang
kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD
yang terkena dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi “idle
capacity.” Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada
penurunan jumlah koperasi yang berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan. Keseluruhan
konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan dapat menguntungkan
sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku lain. Just et al (1982)
mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang
bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen) tidak selamanya
membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak). Ketidakseimbangan
pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku dalam merespon
perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan perilaku para pelaku pasar terlihat
dari berubahnya keputusankeputusan mereka dan teridentifikasi dalam aspek-aspek
seperti terjadi excess demand dan shortage supply atau
sebaliknya, harga pasar yang meningkat atau menurun, serta peningkatan atau
penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang membawahinya. Selalu
terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui kebijakan yang
diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai. Jika
tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan
pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk
mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil
itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi pangan.
Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat
kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan distribusi
pupuk yang diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani
(karena petani sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial
kebijakan tersebut tidak layak.
Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang
dialami berpeluang mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan
karena :
- Koperasi berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak langsung melalui penyaluran pupuk).
- Koperasi melakukan pengadaan dan pengolahan gabah/beras petani.
- Koperasi menyalurkan beras kepada konsumen.
Mengenai
pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak petani sehingga penyaluran
pupuk yang tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani. Dalam pengadaan
dan pengolahan gabah/beras, sering terjadi surplus produksi disaat panen raya
yang menyebabkan harga gabah jatuh, dan kualitas gabah rendah seiring musim
penghujan di saat panen. Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan
kualitas gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk
tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi
hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi, lumbung
pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi
kesulitan-kesulitan petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan
gabah/beras bagi ketahanan pangan
IV. Penutup
Perubahan kebijakan dibidang perberasaan yang
dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2001 ternyata telah membangun mekanisme
pasar gabah/beras menjamin posisi petani, yang sekaligus juga tidak menjamin ketersediaan
beras untuk stok nasional. Sumbangan koperasi baik dalam mendukung pendapatan
petani dan ketersedian stok beras nasional juga semakin terbatas. Kondisi
kekurangan stok telah terasa selama dua tahun belakangan ini juga ternyata
belum mampu merubah persepsi terhadap kepentingan peran koperasi untuk kembali
menjadi salah satu komponen penting dalam sistem perberasan nasional. Dalam
kondisi seperti itu ternyata koperasi masih berusaha untuk eksis antara lain
dengan mengembangkan beberapa model pengamanan persediaan pangan diantaranya
model bank padi, lumbung pangan, dan sentrasentra pengolahan padi. Model-model
ini berperan menjamin persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi
maupun daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap
impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional.
Eksistensi koperasi ini walaupun relatif kecil tetapi menjadi indikator bahwa
koperasi masih memiliki potensi untuk kembali diikutsertakan dalam mendukung
sistem perberasan. Tinggal lagi yang diperlukan adalah adanya pemikiran logis
dari para pengambil kebijakan untuk menumbuhkan kembali peran koperasi dalam
mendukung program ketahanan pangan nasional yang secara nyata semakin tidak
menentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymus,
(2002). Dewan Ketahanan Pangan. Kebijakan Umum Pemantapan Pangan
Nasional. Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta.
-------------,
(2007). Kenaikan HPP Gabah /Beras diharapkan akan mendorong petani untuk meningkatkan produksi pad. Harian
Republika tanggal 26 April tahun 2007.
Nasution
Muslimin, (1991). Pengembangan Peran Koperasi senbagai kelembagaan dalam sistem penyediaan Pangan Nasional.
Badan Litbang Koperasi Departemen Koperasi Dan UKM. Jakarta.
Soetrisno
Noer, (1992). Mekamisme pasar gabah beras dan Permasalahan yang dihadapi Koperasi dalam mendukung program Pengadaan
Pangan Stok Nasional. Badan Litabang Koperasi
UKM, Departemen Koperasi dan UKM. Jakarta
Safuan, (1994). Kajian Efektifitas
Pola Pemasaran Beras di Indonesia.
Nama : MUTIA AZILA
NPM : 25211046
Kelas : 2EB10
0 komentar on "Review Jurnal Ekonomi Koperasi 4.2"
Posting Komentar