Minggu, 02 Desember 2012

Review Jurnal Ekonomi Koperasi 4.2

Diposting oleh Mutia Azila di 07.55

REVIEW II
PROSPEK PENGEMBANGAN PERAN KOPERASI
DALAM MASLAH PERBERASAAN
OLEH
TEUKU SYARIF
http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_6_%20Jurnal_Perberasan.pdf

Pembahasan
III. KEIKUTSERTAAN KOPERASI DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM
Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia berkualitas, mandiri, dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan bahwa kekurangan beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumahtangga tetapi juga tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan persediaan pangan beras. Dalam rangka menghindari dan sekaligus mengatasi akibat kekurangan pangan pokok ini, tidaklah mengherankan jika pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijakan dengan melibatkan sejumlah besar departemen dan instansi pemerintah untuk mengatur dan mendorong ketahanan pangan di Dalam Negeri.
Departemen Koperasi adalah salah satu departemen yang sejak lama telah ditugaskan untuk menangani dan menyeleggarakan persediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat. Dengan tanggung jawab ini dan disertai dukungan pemeritah, Departemen Koperasi telah menumbuh kembangkan kegiatan usaha dan bisnis koperasi di tengah masyarakat. Usaha koperasi yang sudah berjalan, telah menjangkau berbagai kegiatan usaha golongan ekonomi lemah dan telah berkembang luas ke berbagai pelosok Tanah Air. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa keberadaan organisasi koperasi di sektor pertanian diakui atau tidak sangat membantu petani dalam proses produksi pangan baik padi maupun palawija.
Keberhasilan program Bimas dan Inmas di masa lalu tidak terlepas dari peran serta koperasi/KUD sejak dari penyediaan prasarana dan sarana produksi sampai dengan pengolahan hingga pemasaran produk. Meskipun demikian kini terjadi perubahan seiring berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Untuk lebih mendorong dan mempercepat pencapaian ketahanan pangan, pemerintah kini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk penyaluran pupuk dan pengadaan beras. Pengambilan kebijakan ini dianggap perlu untuk mempermudah ketersediaan pupuk di lokasi petani dan penggunaannya dengan harga terjangkau, serta pengadaan gabah/beras yang menjamin persediaan Dalam Negeri. Diharapkan dengan kebijakan ini petani dapat meningkatkan produksi gabah mereka yang berarti pada satu sisi menjamin persediaan gabah/beras di dalam Negeri dan pada sisi lain meningkatkan income mereka. Sementara di sisi pengadaan, dengan kewenangan luas yang diberikan kepada berbagai lembaga untuk terlibat dalam pengadaan pangan akan menjamin stabilitas persediaan Dalam Negeri. Secara umum, tujuan kebijakan yang diambil adalah baik, tetapi beberapa konsekuensi kini mulai muncul.
Perubahan kebijakan ini memiliki konsekuensi dalam jangka pendek mengganggu sistem distribusi pupuk yang selanjutnya mengganggu ketersediaan pupuk bagi para petani. Kekurangan ketersediaan pupuk akan mengganggu produksi gabah petani. Kekurangan ketersediaan pupuk dan penurunan produksi gabah merupakan dua aspek yang saling mengikat. Karena itu kekurangan pupuk sudah tentu mengancam produksi petani, dan selanjutnya kekurangan beras mengancam ketahanan pangan yang akan berlanjut pada akibat kerawanan sosial. Penurunan kuantitas produksi petani berarti juga penurunan pendapatan mereka dan menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani menurun. Secara nasional, penurunan produksi beras di satu sisi dan peningkatan permintaan beras di sisi lain akan membuka kran impor. Dalam jangka pendek impor beras berguna mengatasi kekurangan persediaan dalam negeri, tetapi dalam jangka panjang menguras sumberdaya domestik (menguras devisa) dan melemahkan stabilitas nasional.
Konsekuensi perubahan kebijakan yang mengganggu sistem distribusi pupuk akan terlihat pada ketidaklancaran distribusi pupuk itu sendiri. Pemberian kebebasan kepada berbagai pihak untuk menyalurkan pupuk di satu sisi sementara di sisi lain pupuk sendiri merupakan “input/barang publik”, akan merugikan individu masyarakat (petani) yang menggunakannya secara enam tepat. Hal ini muncul disebabkan karena terjadi monopoli dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengambil keuntungan sendiri dan merugikan para pelaku lain.
Hal ini nyata dan telah dirasakan oleh petani yang kesulitan mendapat pupuk dengan harga di atas HET. Di sisi lain koperasi/KUD yang terkena dampak kebijakan tersebut telah menghadapi kondisi “idle capacity.” Indikasi idle capacity koperasi juga terlihat pada penurunan jumlah koperasi yang berfungsi melayani kegiatan pengadaan pangan. Keseluruhan konsekuensi ini menunjukkan bahwa perubahan suatu kebijakan dapat menguntungkan sebagian pelaku tetapi juga merugikan pelaku lain. Just et al (1982) mengatakan intervensi pemerintah ke pasar melalui suatu kebijakan yang bertujuan membantu salah satu pelaku (produsen atau konsumen) tidak selamanya membuat pasar menjadi seimbang (menguntungkan kedua pihak). Ketidakseimbangan pasar ini muncul sebagai akibat perubahan perilaku setiap pelaku dalam merespon perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan perilaku para pelaku pasar terlihat dari berubahnya keputusankeputusan mereka dan teridentifikasi dalam aspek-aspek seperti terjadi excess demand dan shortage supply atau sebaliknya, harga pasar yang meningkat atau menurun, serta peningkatan atau penurunan fungsi kedua pelaku beserta lembaga yang membawahinya. Selalu terdapat konsekuensi dari intervensi pemerintah ke pasar melalui kebijakan yang diambil, tetapi yang terpenting adalah tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuannya adalah peningkatan produksi untuk menjaga stabilitas ketersediaan pangan dalam negeri, maka pemerintah harus menyediakan anggaran/biaya untuk mengkompensasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan kebijakan yang diambil itu. Anggaran/biaya dimaksud disebut sebagai biaya pengadaan produksi pangan. Kompensasi ini memiliki arti ada resiko yang harus dibayar sebagai akibat kesalahan pengambilan kebijakan. Dengan demikian, jika kebijakan distribusi pupuk yang diambil teridentifikasi sangat kuat mengancam produksi petani (karena petani sebagai pelaku utama supply side) maka secara substansial kebijakan tersebut tidak layak.
Ketimpangan peran koperasi akibat idle capacity yang dialami berpeluang mengganggu pencapaian ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena :
  1. Koperasi berperan dalam pembinaan produksi gabah petani (secara tidak langsung melalui penyaluran pupuk).
  2. Koperasi melakukan pengadaan dan pengolahan gabah/beras petani.
  3. Koperasi menyalurkan beras kepada konsumen.
Mengenai pembinaan produksi, koperasi membawahi sekian banyak petani sehingga penyaluran pupuk yang tepat akan memberikan jaminan bagi produksi petani. Dalam pengadaan dan pengolahan gabah/beras, sering terjadi surplus produksi disaat panen raya yang menyebabkan harga gabah jatuh, dan kualitas gabah rendah seiring musim penghujan di saat panen. Untuk menjamin nilai tukar petani, mengatasi penurunan kualitas gabah/beras, dan menjamin bahwa surplus gabah tersebut aman untuk tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki bagi ketahanan pangan, koperasi hadir dengan perannya. Koperasi telah mengembangkan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi yang berfungsi mengatasi kesulitan-kesulitan petani memasuki mekanisme pasar dan menjamin pengadaan gabah/beras bagi ketahanan pangan

IV.     Penutup
Perubahan kebijakan dibidang perberasaan yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2001 ternyata telah membangun mekanisme pasar gabah/beras menjamin posisi petani, yang sekaligus juga tidak menjamin ketersediaan beras untuk stok nasional. Sumbangan koperasi baik dalam mendukung pendapatan petani dan ketersedian stok beras nasional juga semakin terbatas. Kondisi kekurangan stok telah terasa selama dua tahun belakangan ini juga ternyata belum mampu merubah persepsi terhadap kepentingan peran koperasi untuk kembali menjadi salah satu komponen penting dalam sistem perberasan nasional. Dalam kondisi seperti itu ternyata koperasi masih berusaha untuk eksis antara lain dengan mengembangkan beberapa model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung pangan, dan sentrasentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Eksistensi koperasi ini walaupun relatif kecil tetapi menjadi indikator bahwa koperasi masih memiliki potensi untuk kembali diikutsertakan dalam mendukung sistem perberasan. Tinggal lagi yang diperlukan adalah adanya pemikiran logis dari para pengambil kebijakan untuk menumbuhkan kembali peran koperasi dalam mendukung program ketahanan pangan nasional yang secara nyata semakin tidak menentu.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymus, (2002). Dewan Ketahanan Pangan. Kebijakan Umum Pemantapan Pangan Nasional. Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta.
-------------, (2007). Kenaikan HPP Gabah /Beras diharapkan akan mendorong petani untuk          meningkatkan produksi pad. Harian Republika tanggal 26 April tahun 2007.
Nasution Muslimin, (1991). Pengembangan Peran Koperasi senbagai kelembagaan dalam           sistem penyediaan Pangan Nasional. Badan Litbang Koperasi Departemen Koperasi Dan        UKM. Jakarta.
Soetrisno Noer, (1992). Mekamisme pasar gabah beras dan Permasalahan yang dihadapi Koperasi dalam mendukung program Pengadaan Pangan Stok Nasional. Badan Litabang   Koperasi UKM, Departemen Koperasi dan UKM. Jakarta
Safuan, (1994). Kajian Efektifitas Pola Pemasaran Beras di Indonesia.



Nama   : MUTIA AZILA
NPM   : 25211046
Kelas   : 2EB10

0 komentar on "Review Jurnal Ekonomi Koperasi 4.2"

Posting Komentar

 

' Mutia Azila Sweet Cupcake Designed by Ipietoon