Rabu, 29 Januari 2014

Alternatif Solusi dalam Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Diposting oleh Mutia Azila di 07.36


Alternatif Solusi dalam
Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Isu menyangkut masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional kita. Fenomena terakhir adalah mengenai demo buruh yang berlangsung di beberapa daerah seperti Bekasi, Serang, dan Cikampek. Berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum buruh tersebut bahkan membuat banyak warga lain mengalami kerugian karena aksi-aksi tersebut dilakukan di ruang publik sehingga mengganggu akses masyarakat pada fasilitas publik dan menggangu ketenangan masyarakat yang notabene tidak mengetahui latar belakang dari aksi tersebut. Dengan berbagai efek yang ditimbulkan dari aksi buruh itu, sudah sepatutnya kita mencoba menggali lebih dalam penyebab dari aksi buruh tersebut untuk kemudian dapat kita cari solusi untuk menanganinya sehingga permasalahan seperti ini dapat diselesaiakn dengan baik. Masalah aksi buruh ini dapat disebabkan oleh banyak faktor namun tulisan ini hanya akan mencoba mengulas sedikit dari salah satu sebab maraknya aksi yang dilakukan oleh buruh yaitu mengenai pemutusan hubungan kerja dan upaya alternatif untuk mencegah dan menanggulanginya.

Kompleksnya masalah
Bagi Pekerja masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks. Hal ini karena PHK akan berimbas pada masalah ekonomi, psikologi, bahkan lebih lanjut bisa berimbas pada masalah kriminalitas. Masalah ekonomi karena PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan sehingga buruh yang di PHK otomatis akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan masalah psikologi berkaitan dengan hilangnya status seseorang yang memberikan psikis tersendiri bagi pihak yang di PHK. Imbas dari hal tersebut dapat merambat kedalam masalah pengangguran dan kriminalitas. Jadi dapatlah dikatakan bahwa masalah pemutusan hubungan kerja merupakan masalah yang menyangkut kehidupan manusia serta kepentingan masyarkat luas. Bagi perusahaan, pemutusan hubungan kerja sebenarnya juga kerugian tersendiri karena mereka harus melepas pekerja yang telah dididik dan telah mengetahui cara-cara bekerja di perusahaannya. Selain itu dengan dilakukannya PHK terhadap sejumlah karyawan tentu akan menimbulkan dampak psikis tersendiri terhadap karyawan lain dan bukan tidak mungkin kinerja karyawan yang masih bertahan di perusahaan akan menurun. Terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan demikian bukan hanya menimbulkan kesulitan bagi pekerja tetapi juga akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan. Belum lagi aksi-aski yang timbul setelahnya apabila PHK tersebut tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
PHK dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati bersama atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan perburuhan. Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian tidak menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha karena kedua belah pihak tentu telah mengetahui saat berakhirnya perjanjian kerja tersebut. Namun pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena adanya perselisihan, akan sangat mungkin menimbulkan ekses negatif yang apabila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak serta kerugian bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi masyarakayt luas. Maraknya aksi-aksi buruh tekait PHK trsebut meurpakan cermin dari kurang profesionalitasnya pengelolaan terkait maslah hubungan industrial pada umumnya dan PHK itu sendiri pada khususnya.

Hukum yang belum efektif
Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang tidak seimbang. Kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang berbeda. Agar kedua belah pihak dapat melaksanakan hubungan kerja dengan baik tanpa adanya tindakan sewenang-wenang dari salah satu pihak, maka diperlukan adanya campur tangan dari pemerintah dalam bentuk peraturan-perundang-undangan. Adanya peraturan perundang-undangan ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja maupun yang diberi pekerjaan, masing-masing harus terkendali atau masing-masing harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku yang didasari dengan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenangnya sehingga keserasian dan keselarasan dapat terwujud. Itulah tujuan dari lahirnya penggaturan perundang-undangan mengenai perburuhan. Namun di dalam teori hukum sendiri kita mengenal adanya konsep das sollen dan das sein. Apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, apa yang seharusnya dilaksanakan belum tentu akan sama dengan pelaksanaan dilapangan. Hal ini juga yang terjadi dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja. Apa-apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan belum tentu akan sama dengan pelaksanaan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di lapangan.
Pengaturan hukum mengenai pemutusan hubungan kerja telah disusun sedemikian rupa oleh pemerintah sebagai pihak regulator. Mulai dari pengaturan di level undang-undang, Peraturan Menteri hingga Keputusan menteri yang khusus mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja ini. Namun sepertinya banyaknnya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja tersebut belum cukup mampu untuk bisa mengatasi masalah Pemutusan Hubungan Kerja. Hal ini Nampak dari masih maraknya aksi-aksi berupa deomonstrasi, perusakan pabrik serta mogok massal yang dilakukan pekerja akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja. Aksi-aksi buruh akibat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja di daerah Pasuruan pada November 2011, aksi buruh “Pocari Sweat” pada Oktober 2011 serta terakhir aksi buruh pabrik sepatu di Tangerang yang bahkan melibatkan juga salah satu ormas Islam, merupakan bukti bahwa pendekatan secara hukum ternyata belum efektif untuk menyelesaikan masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja ini.

Pendekatan Manajerial
Melihat kurang mampunya mekanisme hukum dalam menangani masalah pemutusan hubungan kerja ini, maka penulis merasa diperlukan pendekatan lain untuk mencoba menyelesaikan masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja. Pendekatan tersebut adalah pendekatan manajerial. Pendekatan manajerial akan memiliki kekuatan sendiri yang jauh lebih efektif dibanding dengan pendekatan hukum semata karena pendekatan manajerial lebih condong pada pembinaan hubungan kerja antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan. Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar. Ketika terjadi masalah antara buruh dan perusahaan, dalam pendekatan manajerial diperlukan kesepakatan persepsi. Semakin besar kesamaan persepsi, semakin langgenglah hubungan kerja dan semakin puaslah karyawan dengan hubungan mereka. Jika mereka merasa bahwa perusahaan menghargai dan memahami nilai serta perasaannya, maka akan terjalin komunikasi yang terbuka dan positif. Dengan perlakuan seperti ini, buruh dipandang sebagai faktor internal perusahaan dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstruktif yang membangun perusahaan menjadi lebih baik.
Membina hubungan kerja antara atasan-bawahan memang tidak mudah. Perlu adanya perubahan pemahaman tentang pentingnya posisi karyawan dalam sebuah perusahaan. Mekanisme kerja yang terjadi di dalam suatu perusahaan meliputi relasi antara atasan-bawahan dan antar bawahan atau sesama rekan kerja. Relasi atau hubungan kerja ini seharusnya bukanlah hubungan yang berbasis “kekuasaan”, melainkan hubungan yang bertumpu pada konsep mekanisme kerja yang saling menguntungkan. Adakalanya seorang atasan hanya ingin mendengar apa yang ingin dia dengar. Hal ini tidak dapat menciptakan hubungan kerja yang baik. Yang terjadi adalah perusahaan semakin keropos dan hubungan kerja menjadi tidak menyenangkan. Sebaliknya, bila sikap didasarkan pada pendekatan manajerial dimana kepercayaan, penghargaan dan pengakuan kompetensi, maka hal itu akan memotivasi bawahan untuk kelangsungan inisiatif dan kreativitas bawahannya sehingga akan memicu berkembangnya profesionalisme,
Terakhir, pendekatan hukum bukan hal yang tidak perlu, justru pendekatan hukum merupakan faktor penting untuk menjaga keharmonisan hubungan kerja. Namun perlu diingat bahwa pendekatan hukum adalah bagian akhir dari penyelesaian masalah hubungan industrial apabila secara manajerial tidak mampu diselesaikan.
Posisi yang tidak seimbang antara buruh danmajikan/atasan dan bawahan memang membuat kecenderungan majikan untuk berbuat sewenang- wenang kepada pekerja / buruhnya. Buruh dipandang sebagai obyek. Namun hal tersebut perlu diubah jika kita menginginkan hubungan kerja yang harmonis anara buruh dan majikan. Buruh harus dipandang sebagai faktor internal perusahaan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstruktif yang membangun perusahaan lebih baik. Mekanisme kerja yang terjadi di dalam suatu perusahaan meliputi relasi antara atasan-bawahan dan antar bawahan atau sesama rekan kerja. Relasi atau hubungan kerja ini bukanlah hubungan yang berbasis “kekuasaan” melainkan hubungan yang bertumpu pada konsep mekanisme kerja yang saling menguntungkan. Dengan adanya hal ini maka perselisihan yang terjadi terutama pad tingkat Pemutusan Hubungan kerja dapat jauh ditekan.

Sumber:
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/05/10/mencari-alternatif-solusi-dalam-masalah-pemutusan-hubungan-kerja-phk-456330.html

Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046

0 komentar on "Alternatif Solusi dalam Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)"

Posting Komentar

 

' Mutia Azila Sweet Cupcake Designed by Ipietoon