ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Undang-Undang No 5 Tahun 1999, mengenai Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
tidak Sehat sudah (atau baru) berusia lima tahun. Untuk sebuah undang-undang
dapat dikatakan masih muda, tapi kalau dilihat dari perkembangan kehidupan
masyarakat yang sangat dinamis saat ini, maka lima tahun dirasa cukup lama.
Sudah tentu masyarakat sudah menunggu-nunggu hasilnya. Pembahasan UU No 5/1999
di DPR berlangsung pada awal Era Reformasi, tetapi masih dalam konstelasi politik
Orde Baru. Lahir di saat masyarakat dan bangsa kita merasakan pahitnya dampak
konglomerasi perusahaan-perusahaan. Maraknya perekonomian monopolistik yang
ditimbulkan karena adanya kolusi penguasa dan pengusaha. Demikian juga dengan
meningkatnya laju globalisasi telah mempengaruhi lahirnya undang-undang ini.
DPR yang terkesan populis pada waktu itu menginginkan judul yang tegas --
"anti-monopoli" -- sedangkan pemerintah lebih berorientasi kepada
pembentukan kondisi "persaingan usaha yang sehat", yang akhirnya
dicapai kompromi (kebiasaan putusan politik) dengan judul yang kita miliki
sekarang.
Politik dan pembahasan pada waktu itu didominasi oleh pemikiran-pemikiran
dekonsentrasi, yang kemudian jadi jiwa dari undang-undang tersebut. Tetapi kita
ketahui bahwa persaingan usaha yang sehat bukan hanya ditentukan dan diatur
oleh UU No 5/1999 saja, tetapi juga ditentukan oleh undang-undang lainnya,
kebijakan pemerintah, maupun keputusan pengadilan.
Pengertian Anti Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau
istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan
dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya
hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu
istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar
tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang
lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang
permintaan dan penawaran pasar. Pengertian Praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Monopoli
adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir
perusahaan yang menjual produk atau komuditas tertentu yang tidak punya
pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk
masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut.
Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antar pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang
dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
Asas dan Tujuan
Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum.
Tujuan
Adapun tujuan UU
Antimonopoli sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 3 adalah untuk :
a.
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b.
mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan
usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
c.
mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d.
terciptan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dari keempat tujuan
tersebut dirumuskan menjadi dua tujuan pokok, yaitu tujuan ekonomi dan tujuan
sosial. Yang dimaksud dengan tujuan ekonomi adalah terselenggaranya persaingan
usaha yang sehat, kondusif dan efektif yang mengakibatkan efisiensi ekonomi.
Sedangkan tujuan sosial adalah melalui persaingan usaha yang sehat tersebut
kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan (the maximization of consumer
welfare), yaitu masyarakat akan mempunyai pilihan untuk membeli suatu barang
atau jasa dengan harga yang lebih murah. Jadi, kedua tujuan tersebut menjadi
dasar parameter kita untuk menilai, apakah dampak UU Antimonopoli tersebut
terhadap pelaku usaha, terhadap masyarakat (konsumen), dan terhadap praktisi
hukum.
(UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari
UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
Ruang Lingkup
Dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu
monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih
dari 50 % (lima puluh persen ) (pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) )
Undang-undang no 5 Tahun 1999
Dalam
pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha
dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa
“pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a.
Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b.
Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama;atau
c.
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 %
(lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara
itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang
Masyarakat Eropa sebagai :
a.
Kemampuan untuk bertindak
secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
b.
Kebergunaan pelanggan,
pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi mereka perusahaan yang
dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
c.
Dalam ilmu hukum monopoli
beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat dicermati dalam rangka memutuskan
apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai tindakan monopoli.
Sikap
monopolistik tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Mempersulit masuknya para
pesaing ke dalam bisnis yang bersangkutan
2.
Melakukan pemasungan sumber
suplai yang penting atau suatu outlet distribusi yang penting.
3.
Mendapatkan hak paten yang
dapat mengakibatkan pihak pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa
tersebut.
4.
Integrasi ke atas atau ke
bawah yang dapat menaikkan persediaan modal bagi pesaingnya atau membatasi
akses pesaingnya kepada konsumen atau supplier.
5.
Mempromosikan produk secara
besar-besaran
6.
Menyewa tenaga-tenaga ahli
yang berlebihan.
7.
Perbedaan harga yang dapat
mengakibatkan sulitnya bersaing dari pelaku pasar yang lain
8.
Kepada pihak pesaing
disembunyikan informasi tentang pengembangan produk , tentang waktu atau skala
produksi.
9.
Memotong harga secara
drastis.
10. Membeli
atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat atau tergolong
prospektif.
11. Menggugat
pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak paten, pelanggaran hukum anti
monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R, 1985:214 dalam
Munir Fuady, 2003: 8).
Jika
kita telusuri ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,
maka tindakan–tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh
hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti
monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a) Perjanjian yang
dilarang;
b) Kegiatan yang
dilarang;
c) Penyalahgunaan posisi
dominan;
d) Komisi Pengawas
Persaingan Usaha;
e) Tata cara penanganan
perkara;
f) Sanksi-sanksi;
g)
Perkecualian-perkecualian
Penegakan Hukum
Tidak banyak yang dicatat dalam sejarah Indonesia di seputar kelahiran dan
perkembangan hukum anti monopoli ini. Yang banyak dicatat adalah sejarah justru
tindakan-tindakan atau perjanjian dalam bisnis yang sebenarnya harus dilarang
oleh Undang-Undang Anti Monopoli.
Dimasa orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli,
oligopoly dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang.
Misalnya monopoli tepung terigu, cengkeh, jeruk, pengedaran film dan masih
banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan beberapa konglomerat
besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan persaingan curang
lainnya, yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh pemerintah kala itu.
Karena itu tidak mengherankan jika cukup banyak para praktisi maupun teoritisi
hukum dan ekonomi kala itu yang menyerukan agar segera dibuat sebuah
Undang-undang Anti Monopoli. Namun sampai dengan lengsernya Mantan Presiden
Soeharto, dimana baru dimasa reformasi tersebut diundangkan sebuah
undang-undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999. Memang sebelum lahirnya
Undang-undang anti monopoli secara sangat minim dalam beberapa undang-undang
telah diatur tentang monopoli atau persaingan curang ini sangat tidak memadai,
ternyata tidak popular dimasyarakat dan tidak pernah diterapkan dalam kenyataannya.
Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang sebelum diatur dalam
Undang-undang anti monopoli tersebut, diatur dalam ketentuan –ketentuan sebagai
berikut:
a.
Undang- undang no 5 Tahun 1984 tentang perindustrian.,Diatur
dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b.
Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.,Terdapat
satu pasal yaitu pasal 382 bis.
c.
Undang-undang Perseroan
Terbatas No 1 Tahun 1995,Ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104
ayat.
Undang-undang Anti Monopoli No 5 tahun 1999 dalam memberikan arti kepada posisi
dominan atau perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang interbrand,
maupun kompetisi yang intraband. Yang dimaksud dengan
kompetisi yang interbrand adalah kompetisi diantara produsen produk yang
generiknya sama. Dilarang misalnya jika satu perusahaan menguasai 100 persen
pasar televisi, atau yang disebut dengan istilah “monopoli”. Sedangkan yang
dimaksud dengan kompetisi yang intraband adalah kompetisi diantar
distributor atas produk dari produsen tertentu
Sumber:
http://ndygalery.blogspot.com/2010/10/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak.html
Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046
0 komentar on "ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT"
Posting Komentar