Itensitas
Banjir Pra dan Pasca Jokowi
Dari
tahun ke tahun, Jakarta tidak pernah lolos dari musibah banjir. Dua pekan terakhir banjir dan
genangan mengepung DKI Jakarta. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemprov DKI
Jakarta, Manggas Rudy Siahaan, Kamis 23 Januari 2014, mengungkapkan empat
masalah penyebab banjir di ibu kota, yaitu:
1. Debit
air di hulu Jakarta yang ekstrem.
Tinggi muka air Bendungan Katulampa
di Jawa Barat, beberapa hari lalu mencapai 180 cm atau lebih tinggi 10 cm
dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini mendorong air kiriman ke ibu kota juga
meningkat hingga volume 300 ribu meter kubik per detik. Sedangkan, kemampuan
dan daya tampung 13 sungai utama dan 884 saluran penghubung di ibu kota tidak
sebanding dengan besarnya air kiriman tersebut.
2.Kondisi
sungai dan saluran penghubung yang ada di Jakarta telah mengalami penurunan kapasitas
lebih dari 50 persen.
Ciliwung yang harusnya mempunyai
lebar 50 meter bersama jalan inspeksi sekarang tinggal sekitar 20 meter.
Dampaknya Kampung Pulo pasti terendam.
Bila posisi lebar Kali Ciliwung
normal, maka posisi Kampung Pulo, Jakarta Timur, akan berada di tengah sungai.
Ini salah satu dasar Pemerintah Provinsi DKI tetap akan merelokasi kawasan
langganan banjir tahunan ini. Sungai Pesanggrahan, Saat air meluap, wilayah
Ulujami pasti terendam. Kondisi sama bila permukaan air di Kali Krukut naik,
banjir akan menggenangi kawasan Petogogan. Kegelisahan juga membayangi warga
yang tinggal di wilayah Duren Tiga dan Pondok Karya bila Kali Mampang meluap.
3.
Rob atau laut pasang.
Kondisi di mana air laut naik
kepermukaan dan menahan air yang datang dari hulu. Kondisi ini menjadikan
Jakarta terendam banjir, karena arus air yang dari hulu semestinya lancar menuju
laut justru tertahan rob. Jakarta mempunyai 32 kilometer garis pantai di
pesisir utara. Menurut Rudi, Kita tidak mempunyai turap untuk menahan ombak.
Kita perlu membangun turap sepanjang 6 kilometer agar air rob tidak bebas masuk
ke wilayah Kamal Muara, Angke, Cilincing, dan Marunda.
4.
Rusaknya tata kota sejak lama.
Banyak perubahan fungsi ruang di
mana lahan seharusnya menjadi tempat resapan justru dibangun untuk kawasan
komersil. Namun, saat ditanya wilayah mana dan berapa besar penyimpangan tata
ruang itu, ia enggan menjelaskan.
Setiap
pemimpin Ibu Kota memiliki cara tersendiri mengatasi masalah banjir. Kepala
Bidang Perawatan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Djoko
Soesetyo mengungkapkan, ada perbedaan signifikan di antara keduanya. Jokowi
menurut Djoko, lebih detail mengatasi banjir melalui perawatan sungai, waduk,
saluran.
Menurut
Djoko dulu, kali, sungai, waduk, pengerukan memakai tenaga manusia. Makanya,
butuh waktu lama. Kalau saat ini, pengerukan lebih banyak menggunakan alat-alat
berat sehingga waktu yang dibutuhkan cukup cepat
Namun,
pengerukan dengan menggunakan alat berat, kata Djoko, membuat mekanisme
bertambah. Pertama, perlu ada pengadaan alat berat lantaran jumlah alat berat
yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih sedikit. Untuk itu, dalam
APDB 2014 sudah dimasukkan pos anggaran pengadaan alat berat. Kedua, perlu
waktu untuk implementasi pengerukan lantaran harus menggandeng perusahaan yang
biasa mengoperasionalkan alat berat.
Pengamat
tata kota, Yayat Supriatna, juga menilai positif kinerja Jokowi-Ahok dalam
mengatasi banjir. Meski baru sekitar setahun menjabat, upaya Jokowi mengatasi
banjir dianggapnya lebih nyata ketimbang Foke, baik dari cara struktural maupun
non-struktural.
Melalui
cara struktural, Jokowi dinilai lebih rajin sowan kepada pemerintah
pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Tidak hanya itu, Jokowi juga
aktif melakukan komunikasi dengan pemerintah kota di sekitar Jakarta. Jokowi
juga lebih rajin mencari cara mengatasi banjir dengan bekerja sama dengan
instansi negara.
Menurut
Yayat, memang pemerintah pusatnya yang saat ini belum terlalu aktif turun
tangan menjalankan tugasnya. Tapi, dengan Jokowi rajin ke pusat, ia tahu jadwal
pekerjaan Kemen PU. dengan begitu Jokowi jadi mudah melakukan pemetaan
kerja
Adapun
cara non-struktural, Jokowi jauh lebih canggih ketimbang Foke. Jokowi lebih
memberdayakan stakeholder di Ibu Kota, mulai dari perusahaan untuk
dana corporate social responsibility (CSR), memberdayakan masyarakat
di lingkungan, menggandeng musisi, seniman untuk kampanye lingkungan bersih. Sampai
hal kecil, tetapi diyakini berimbas signifikan, misalnya membuat sumur resapan
dalam di jalan-jalan. Ini tidak dilakukan oleh pendahulu. Sebelumnya lebih
mengandalkan anggaran Pemda atau pinjaman asing. Tapi, bahayanya, waktu tidak
ada dana, tidak bisa melakukan apa-apa.
Padahal, banjir membutuhkan penanganannya waktu cepat dan sigap.
Hingga
saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus menormalisasi 13 sungai, 12 waduk, dan 884
saluran penghubung di Ibu Kota. Namun, Jokowi memastikan normalisasi tidak
selesai sesuai target awal pada Desember 2013. Menurut jokowi, Ada 12 waduk.
(Sampai saat ini) paling baru selesai sekitar 20 persen
Jokowi
menampik Dinas Pekerjaan Umum DKI tak bekerja dengan baik. Menurutnya, telatnya
pengesahan APBD berimbas kepada telatnya pengerjaan sejumlah proyek.
Tidak
hanya itu, banyaknya penduduk di bantaran waduk juga menjadi penghambat
normalisasi. Selain itu, padatnya permukiman warga mengakibatkan alat berat
tidak bisa masuk ke dalam waduk itu. Di sisi lain, untuk merelokasi warga
bantaran, Pemprov DKI diketahui kekurangan rusun. Alhasil, normalisasi tak
sesuai dengan harapan. Situasi tersebut sangat disayangkan. Pasalnya, 12 waduk
tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Puluhan tahun tidak pernah
dinormalisasi, penuh sampah, ditutup tanaman eceng gondok, dan bantarannya
dikuasai permukiman penduduk.
Meski
demikian, Jokowi memastikan normalisasi waduk akan menjadi program prioritas
Pemprov Jakarta dalam APBD 2014. Tahun ini, kata Jokowi, boleh meleset. Tahun
depan, ia yakin target menormalisasi waduk dengan kedalaman tertentu dapat
tercapai.
Sumber:
http://metro.news.viva.co.id/news/read/475771-ini-empat-faktor-penyebab-banjir-jakarta
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/20/0804066/Atasi.Banjir.Apa.Bedanya.Foke.dengan.Jokowi.
Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046
0 komentar on "Itensitas Banjir Pra dan Pasca Jokowi"
Posting Komentar