Rabu, 29 Januari 2014

Itensitas Banjir Pra dan Pasca Jokowi

Diposting oleh Mutia Azila di 07.23
Itensitas Banjir Pra dan Pasca Jokowi

Dari tahun ke tahun, Jakarta tidak pernah lolos dari musibah banjir. Dua pekan terakhir banjir dan genangan mengepung DKI Jakarta. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemprov DKI Jakarta, Manggas Rudy Siahaan, Kamis 23 Januari 2014, mengungkapkan empat masalah penyebab banjir di ibu kota, yaitu:
1.      Debit air di hulu Jakarta yang ekstrem.
Tinggi muka air Bendungan Katulampa di Jawa Barat, beberapa hari lalu mencapai 180 cm atau lebih tinggi 10 cm dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini mendorong air kiriman ke ibu kota juga meningkat hingga volume 300 ribu meter kubik per detik. Sedangkan, kemampuan dan daya tampung 13 sungai utama dan 884 saluran penghubung di ibu kota tidak sebanding dengan besarnya air kiriman tersebut.
2.Kondisi sungai dan saluran penghubung yang ada di Jakarta telah mengalami penurunan kapasitas lebih dari 50 persen.
Ciliwung yang harusnya mempunyai lebar 50 meter bersama jalan inspeksi sekarang tinggal sekitar 20 meter. Dampaknya Kampung Pulo pasti terendam. Bila posisi lebar Kali Ciliwung normal, maka posisi Kampung Pulo, Jakarta Timur, akan berada di tengah sungai. Ini salah satu dasar Pemerintah Provinsi DKI tetap akan merelokasi kawasan langganan banjir tahunan ini. Sungai Pesanggrahan, Saat air meluap, wilayah Ulujami pasti terendam. Kondisi sama bila permukaan air di Kali Krukut naik, banjir akan menggenangi kawasan Petogogan. Kegelisahan juga membayangi warga yang tinggal di wilayah Duren Tiga dan Pondok Karya bila Kali Mampang meluap.
3.      Rob atau laut pasang.
Kondisi di mana air laut naik kepermukaan dan menahan air yang datang dari hulu. Kondisi ini menjadikan Jakarta terendam banjir, karena arus air yang dari hulu semestinya lancar menuju laut justru tertahan rob. Jakarta mempunyai 32 kilometer garis pantai di pesisir utara. Menurut Rudi, Kita tidak mempunyai turap untuk menahan ombak. Kita perlu membangun turap sepanjang 6 kilometer agar air rob tidak bebas masuk ke wilayah Kamal Muara, Angke, Cilincing, dan Marunda.
4.      Rusaknya tata kota sejak lama.
Banyak perubahan fungsi ruang di mana lahan seharusnya menjadi tempat resapan justru dibangun untuk kawasan komersil. Namun, saat ditanya wilayah mana dan berapa besar penyimpangan tata ruang itu, ia enggan menjelaskan.
Setiap pemimpin Ibu Kota memiliki cara tersendiri mengatasi masalah banjir. Kepala Bidang Perawatan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Djoko Soesetyo mengungkapkan, ada perbedaan signifikan di antara keduanya. Jokowi menurut Djoko, lebih detail mengatasi banjir melalui perawatan sungai, waduk, saluran.
Menurut Djoko dulu, kali, sungai, waduk, pengerukan memakai tenaga manusia. Makanya, butuh waktu lama. Kalau saat ini, pengerukan lebih banyak menggunakan alat-alat berat sehingga waktu yang dibutuhkan cukup cepat
Namun, pengerukan dengan menggunakan alat berat, kata Djoko, membuat mekanisme bertambah. Pertama, perlu ada pengadaan alat berat lantaran jumlah alat berat yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih sedikit. Untuk itu, dalam APDB 2014 sudah dimasukkan pos anggaran pengadaan alat berat. Kedua, perlu waktu untuk implementasi pengerukan lantaran harus menggandeng perusahaan yang biasa mengoperasionalkan alat berat.
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, juga menilai positif kinerja Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir. Meski baru sekitar setahun menjabat, upaya Jokowi mengatasi banjir dianggapnya lebih nyata ketimbang Foke, baik dari cara struktural maupun non-struktural.
Melalui cara struktural, Jokowi dinilai lebih rajin sowan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Tidak hanya itu, Jokowi juga aktif melakukan komunikasi dengan pemerintah kota di sekitar Jakarta. Jokowi juga lebih rajin mencari cara mengatasi banjir dengan bekerja sama dengan instansi negara.
Menurut Yayat, memang pemerintah pusatnya yang saat ini belum terlalu aktif turun tangan menjalankan tugasnya. Tapi, dengan Jokowi rajin ke pusat, ia tahu jadwal pekerjaan Kemen PU. dengan begitu Jokowi jadi mudah melakukan pemetaan kerja
Adapun cara non-struktural, Jokowi jauh lebih canggih ketimbang Foke. Jokowi lebih memberdayakan stakeholder di Ibu Kota, mulai dari perusahaan untuk dana corporate social responsibility (CSR), memberdayakan masyarakat di lingkungan, menggandeng musisi, seniman untuk kampanye lingkungan bersih. Sampai hal kecil, tetapi diyakini berimbas signifikan, misalnya membuat sumur resapan dalam di jalan-jalan. Ini tidak dilakukan oleh pendahulu. Sebelumnya lebih mengandalkan anggaran Pemda atau pinjaman asing. Tapi, bahayanya, waktu tidak ada dana,  tidak bisa melakukan apa-apa. Padahal, banjir membutuhkan penanganannya waktu cepat dan sigap.
Hingga saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus menormalisasi 13 sungai, 12 waduk, dan 884 saluran penghubung di Ibu Kota. Namun, Jokowi memastikan normalisasi tidak selesai sesuai target awal pada Desember 2013. Menurut jokowi, Ada 12 waduk. (Sampai saat ini) paling baru selesai sekitar 20 persen
Jokowi menampik Dinas Pekerjaan Umum DKI tak bekerja dengan baik. Menurutnya, telatnya pengesahan APBD berimbas kepada telatnya pengerjaan sejumlah proyek.
Tidak hanya itu, banyaknya penduduk di bantaran waduk juga menjadi penghambat normalisasi. Selain itu, padatnya permukiman warga mengakibatkan alat berat tidak bisa masuk ke dalam waduk itu. Di sisi lain, untuk merelokasi warga bantaran, Pemprov DKI diketahui kekurangan rusun. Alhasil, normalisasi tak sesuai dengan harapan. Situasi tersebut sangat disayangkan. Pasalnya, 12 waduk tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Puluhan tahun tidak pernah dinormalisasi, penuh sampah, ditutup tanaman eceng gondok, dan bantarannya dikuasai permukiman penduduk.
Meski demikian, Jokowi memastikan normalisasi waduk akan menjadi program prioritas Pemprov Jakarta dalam APBD 2014. Tahun ini, kata Jokowi, boleh meleset. Tahun depan, ia yakin target menormalisasi waduk dengan kedalaman tertentu dapat tercapai.

Sumber:
http://metro.news.viva.co.id/news/read/475771-ini-empat-faktor-penyebab-banjir-jakarta
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/20/0804066/Atasi.Banjir.Apa.Bedanya.Foke.dengan.Jokowi.

Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046

0 komentar on "Itensitas Banjir Pra dan Pasca Jokowi"

Posting Komentar

 

' Mutia Azila Sweet Cupcake Designed by Ipietoon