Pemisahan
BI dan OJK
Bank Indonesia
berprinsip, model pengawasan bank yang paling cocok adalah oleh bank sentral.
Namun, BI tidak keberatan fungsi pengawasan bank diambil alih oleh Otoritas
Jasa Keuangan asal tetap diberi keleluasaan mengakses data perbankan secara
cepat dan akurat.
Jalan tengah yang
diusulkan BI adalah mengikutsertakan salah satu anggota Dewan Gubernur BI
sebagai Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Budi Rochadi, Sistem
pengawasan lembaga keuangan dapat dituangkan dalam suatu model di mana Deputi
Gubernur BI bidang pengawasan secara ex officio akan menjadi anggota Dewan
Komisioner OJK sekaligus sebagai chief supervisory officer otoritas pengawasan
bank. Jadi, meskipun kebijakan
pengawasan bank sudah menjadi kewenangan OJK sepenuhnya, BI tetap memiliki
keleluasaan mengakses data perbankan secara cepat dan akurat. Hal itu sangat penting
untuk mendukung fungsi BI dalam menjaga kestabilan mata uang rupiah dan sebagai
lender of the last resort atau penyedia likuiditas untuk menyelamatkan sistem
keuangan.
Mustahil bagi BI bisa
dengan cepat menyalurkan likuiditas jika tidak memiliki informasi yang memadai
terhadap lembaga keuangan yang sistemik. Padahal, faktor kecepatan dan ketepatan dalam pemberian bantuan
kepada bank yang tengah menghadapi krisis likuiditas amat vital mengingat
transaksi pembayaran antarbank terjadi dalam hitungan detik.
Budi mengatakan,
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 Undang-Undang BI Tahun 1999, pemisahan
fungsi pengawasan bank dari BI akan mengakibatkan kurang optimalnya peran BI
dalam melaksanakan tugas sebagai pelaksana kebijakan moneter, sistem
pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI, pembentukan OJK paling lambat
akhir 2010. Sebelumnya, pembentukan OJK diwarnai tarik ulur antara Kementerian
Keuangan yang menginginkan OJK segera dibentuk dan BI yang menginginkan agar
pembentukannya tidak terburu-buru serta terlebih dahulu dikaji secara mendalam.
Rencana pembentukan OJK
sempat gamang karena pada faktanya, Inggris yang juga menerapkan model OJK
(Financial Services Authority) ternyata gagal menahan krisis perbankan tahun
2008, yang ditandai oleh jatuhnya Northern Rock, Royal Bank of Scotland, TSB
Lloyds, dan bank lainnya.
Bank-bank tersebut akhirnya
harus direkapitalisasi dengan biaya yang sangat besar. Merespons hal tersebut,
Parlemen Inggris akhirnya merekomendasikan agar fungsi pengawasan bank dan
stabilitas keuangan dikembalikan kepada bank sentral Inggris, yakni Bank of
England.
Namun, menurut anggota
Komisi XI DPR, Maruarar Sirait, pembentukan OJK kembali menemukan momentumnya
sejak kasus Bank Century terungkap. Kasus Century, secara jelas menunjukkan kelemahan pengawasan BI.
Bank Century yang sudah sakit parah sejak merger tahun 2004 ternyata tetap
dibiarkan hidup.
Bahkan, ungkap Maruarar,
BI tidak mengetahui bahwa selama bertahun-tahun dana nasabah Bank Century telah
diselewengkan oleh pemiliknya sendiri. Jadi, fungsi pengawasan bank harus dipisahkan dari BI. Karena itu,
pembentukan OJK harus dipercepat.
Dalam salah satu
kesimpulan rapat kemarin, Komisi XI DPR juga meminta kepada BI untuk
memperketat, mengefektifkan, dan meningkatkan kualitas fungsi pengawasan
perbankan. Untuk membahas persoalan
pengawasan perbankan secara lebih mendalam, Komisi XI DPR akan membentuk
panitia kerja pengawasan perbankan. Selanjutnya, Komisi XI dan BI sepakat untuk melakukan kajian
mengenai model pengawasan perbankan yang paling cocok di Indonesia sebagai
bahan pertimbangan dalam pembuatan undang-undang mengenai pengawasan perbankan.
Di tempat yang sama,
Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad mengatakan, rentang atau spread antara suku
bunga dana dan kredit semakin menyempit.
Pada akhir Januari 2010,
rentang suku bunga sebesar 6,08 persen, turun dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 6,24 persen. Penurunan rentang bunga, kata Muliaman,
akan berjalan lebih cepat jika penyaluran kredit meningkat. BI menargetkan
pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 15 persen.
Untuk menurunkan rentang
bunga, BI juga berencana memberikan patokan pada faktor-faktor yang memengaruhi
bunga kredit, yakni bunga deposito, premi risiko, biaya operasional, dan margin
keuntungan. Rentang bunga di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan
negara-negara tetangga yang hanya berkisar 3-4 persen.
Dalam
proses transisi pemisahan fungsi BI dan OJK nantinya, paling tidak diperlukan
waktu tiga sampai lima tahun hingga semuanya berjalan lancar
Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/02/03/06262314/Pengawasan.Bank.Diambil.Alih.OJK
Nama: Mutia Azila
NPM: 25211046
0 komentar on "Pemisahan BI dan OJK"
Posting Komentar